Setelah membaca bukunya yang berjudul sama, 99 Cahaya di langit Eropa, kini saatnya menikmati filmnya. Ada dua alasan saya ingin menonton. Pertama, saya menonton tidak dengan harapan yang muluk-muluk akan ceritanya karena setahu saya film ini dibuat sama persis dengan buku dan tentu saja latarnya yang Eropa itu pasti tak mungkin di rekayasa di studio. Maksudnya dalam buku yang 90 persen berlatar wilayah Eropa itu tak mungkin sutradara menggantinya dengan latar yang hanya dibuat melalui bantuan teknis tertentu. Lokasi harus berada di Eropa.
Akan seperti apakah interaksi orang-orang bule terhadap wanita-wanita berjilbab ini dan akan bagaimana bila cerita dalam buku yang bukan tentang islam dituangkan ke dalam kisah tentang keislaman di Eropa. Menarik dan jarang-jarang ada kisah yang beginian.
Hal yang kedua alasan saya menontonnya adalah seperti apa akting yang membawakan tokoh Fatma, Stefan, Marion dan Khan. Keempatnya orang terdekat yang sering dibicarakan penulisnya dan kategorinya adalah orang-orang asing. Dan menurut saya keempat tokoh ini memang mengalir saja tak ada melencengnya dari cerita buku. Ini poin yang bagus.
Secara keseluruhan menurut saya film ini lebih ke dramanya ketimbang mengetahui hal-hal tentang simbol agama Islamnya. Mungkin terbentur oleh durasi. Dan mungkin agar film tidak terjebak ke dalam film dokumenter tentang Islam. Salut dengan akting Abimana yang berperan sebagai Rangga dan digambarkan gamang karena waktu ujiannya bertepatan dengan salat Jumat. Dan sang profesor tak bisa dibujuk untuk menggeser waktu.
Keluhan saya hanya, mengapa harus dijadikan dua bagian filmnya?
Tidak ada komentar: