Malaikat Lereng Tidar




Malaikat Lereng Tidar
Remy Silado
Penerbit Kompas,  554 hal
Gramedia, Jogjakarta


Jalan Cerita:

Kisah dibuka dengan prolog tentang pencarian kedua orangtua. Tersebutlah kisah seorang tentara Marsose bernama Jez Tambayong, pria  asli Manado yang ingin sekali mengabdikan hidupnya untuk perang. Perang yang diyakini akan membawa kedamaian di tanah Aceh itu ternyata tak sesuai dengan yang didengung-dengungkan. Dalam perjalanan menuju Aceh, kapal tentaranya bersandar di Semarang dengan tujuan ke Magelang terlebih dahulu. Di kota kecil ini ketahanan fisiknya digojlok oleh para kompeni agar menjadi tentara Marsose yang hebat. Dalam masa menunggu diberangkatkan ke Aceh, Jez bertemu dengan cinta pertamanya seorang wanita Jawa yang sederhana dan cantik, Toemirah. Toemirah adalah gadis penjaga Waroeng Idjo milik orangtuanya. Selain ramah dalam melayani pelanggan, ia juga mampu membawa diri dari serbuan rayuan yang dilancarkan Soembino, pelanggan  pemasok logistik dan mata keranjang. Meski telah  beristri delapan, Soembino tetap tertarik dengan Toemirah dan telah mengajukan lamaran. Namun Toemirah bergeming dan memilih dinikahi Jez yang tentara Marsose itu.

Tak lama setelah pernikahan itu, Jez dikirim berperang ke Aceh. Di sana ia menemukan hal-hal yang membuat matanya terbuka. Ia bertemu Franscoise, yang menawannya dan memaksanya untuk berpikir tentang penjajah. 





Saat Jez menderita di tanah Rencong, lain lagi dengan kisah Toemirah. Istrinya hidup terlunta-lunta karena diperdaya oleh Soembino yang dendam akibat gagal memperkosanya. Usai menerima gaji tentara, kehidupan agak lebih baik namun penderitaan rupanya belum beranjak dari hidup Toemirah. Ia dan ibu serta bayinya yang bernama Jezmirah harus mendekam di penjara akibat hasutan Soembino. Hidup seakan senang membuat Toemirah sekeluarga menderita. Pertolongan akhirnya datang dari Letnan Emeis seorang guru bahasa Belanda sekaligus wali nikah Jez. 

Setelah menjalani liku-liku pengadilan kolonial yang menjatuhkan Soembino, Akhirnya mereka berdua Jez dan Toemirah kembali mengecap kebahagiaan yang tertunda.


Ulasan:


Dalam membaca jenis novel fiksi karya Remy Silado, selalu ada pengetahuan baru yang bernilai. Entah itu berupa sejarah, aksara, ungkapan kata yang langka, tokoh baik yang menderita, tokoh yang jahat sekali dan terkadang membuat pembaca gemas atau pun latarnya yang kembali ke zaman penjajahan, era Belanda menduduki Indonesia atau masa transisi. Remy konsisten membuat kisah demikian sejak Ca Bau Kan. Ada hal-hal tertentu yang membuat saya terjerumus menelusuri untaian kata dan mengagumi kepiawaian pengarangnya dalam memahami alur cerita. Kemampuan mencocokkan alur cerita dengan ketersediaan sumber pustaka yang ada merupakan nilai tambah dalam membaca novel ini. Terlebih lagi Remy memberikan info-info khusus seperti ungkapan: 'merah padam' yang seharusnya 'merah padma.' Ini akibat kesalahan awal saat menerjemahkan bahasa Arab gundulnya. It's so excited

Susunan cerita paralel, tak ada kisah balik, dan dibagi-bagi dalam fragmen singkat. Menurut saya, pembagian seperti ini ada untung ruginya. Untungnya, lebih fokus dalam menajamkan ingatan cerita. Ruginya, dalam menelusuri cerita seakan dihentikan tiba-tiba, seakan ditahan begitu saja untuk menuju cerita yang lain  lagi. Meskipun alurnya tetap terjaga. Ini hanya soal kenyamanan saja sih. Selebihnya kita seakan ikut terbawa kisah yang penuh romansa ini. 

Alur romansa yang awalnya berbunga-bunga ternyata kian menukik akibat ulah tokoh jahat. Saya sendiri sempat terpengaruh oleh niat jahat yang akan dilancarkan. Terpengaruh hingga membuat enggan melanjutkan ke fragmen berikutnya. Saya 'khawatir' dengan keselamatan tokoh protagonisnya yang akan dicelakakan. Ah, begitu piawainya sang pengarang dalam menjabarkannya dan itulah yang membuat kisah ini tak bisa lepas dari ingatan. Dalam menggambarkan watak jahat, pengarang sangat detail dalam menggambarkannya. Itu memudahkan kita untuk mereka-reka seperti apa 'mutu' kejahatan itu sendiri. Dan biasanya kita tak tahu dan sabar untuk mengetahui cerita akhirnya.

Meskipun dibuat gregetan oleh tingkah polah si tokoh jahat ini tapi nilai yang menarik adalah pembaca menjadi tersedot oleh adegan demi adegan yang disuguhkan, terpaku tanpa tahu apa sisi lainnya yang bisa digali. Sisi penjajahkah, sisi ayah ibu Toemirahkah, atau sang sosok yang berucap di bagian Prolog.Semua terkait dalam satu paralel saja. Dari awal hingga akhir hanya permasalahan Soembino saja. Tak ada yang lain. Lalu dimana 'malaikat'nya?




Malaikat Lereng Tidar Malaikat Lereng Tidar Reviewed by Erna Maryo on September 28, 2014 Rating: 5

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.