Maryam




Maryam
Okky Madasari
Gramedia, 275 hal
Gramedia, Gandaria City


Sinopsis:

Maryam adalah wanita yang berpikiran modern untuk ukuran keluarga dan lingkungannya yang menganut paham Ahmadiyah. Selepas kuliah dan bergelar sarjana, ia tak ingin kembali ke kampungnya, Lombok. Ia lebih suka bekerja dan rencananya menikah dengan pria pilihannya sendiri jauh dari campur tangan keluarganya yang menginginkan putrinya bisa menikah dengan sesama Ahmadiyah.

Berbagai cobaan menerpa keluarga Maryam yang tetap teguh memegang ajaran Ahmadiyah. Meskipun mendapat ancaman dan perlawanan dari masyarakat, kaum Ahmadiyah tetap kuat dan solid menjalankan paham keyakinannya. Maryam tersaruk-saruk menekuri nasibnya sebagai seorang putri yang bimbang. 

Haruskah ia ikut menganut paham yang dipandang sesat oleh masyarakat atau memberontak dan jauh dari keluarga yang ia sayangi?



Ulasan:

Konflik antara penganut Ahmadiyah dengan masyarakat sampai saat ini tetaplah menjadi isu besar dan sensitif.  Membaca novel Okky kali ini memang tak ada manis-manisnya. Sarat oleh kepedihan tapi juga keteguhan sikap. Kita diajak untuk berada di pihak minoritas. Selama ini kaum Ahmadiyah selalu dipandang pemberontak dan sesat ajarannya.

Melalui kacamata seorang wanita yang keluarganya penganut murni Ahmadiyah, saya jadi tahu bahwa untuk menjalani kehidupan sehari-hari di tengah kepungan masyarakat yang membencinya adalah hal yang sulit dan berat. Apa saja dipandang sesat. Akidah agama yang seharusnya melindungi warga justru berbalik mengusir dan menyakiti sesama. Lain di ucapan lain di sikap.

Cerita ini bukannya untuk mengkonfrontasi masalah yang berat seperti politik dan agama namun lebih menyoroti korban diskriminasi. Dimana-mana menjadi korban selalu tidak mengenakkan. Penderitaan itu seakan tak pernah pergi sejenak dan dalam setiap langkah ada saja hambatan menghadang.

Menurut saya pengarang sangat intens menuliskan kisah bertema isu sosial dan humanisme. Sejak membaca Pasung Jiwa saya ketagihan membaca karya Okky ini. Masih ada beberapa yang belum saya koleksi dan sepertinya kisah-kisah yang diceritakan akan membuat rasa hati pembaca ikut hanyut dan membangkitkan empati.

Bagi saya novel yang keren adalah bila kisah yang diangkat itu sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Membumi, sederhana dan tak muluk-muluk dalam memberi bumbu cerita. Namun jenis kisah seperti ini ada kelemahannya juga yaitu kurang menawarkan solusi selain membangkitkan simpati tentunya.

Novel ini lumayan karena Maryam adalah sosok wanita yang hidup di era saat keterbukaan diumbar seenaknya. Kebebasan untuk melakukan berbagai tindakan termasuk menghancurkan harta benda milik kelompok Ahmadiyah seakan mengingatkan kita bahwa pada hakikatnya manusia itu senang menghancurkan yang ada. Tak peduli itu melanggar norma.









Maryam Maryam Reviewed by Erna Maryo on November 27, 2015 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.