Segenggam Daun di Tepi La Seine



Segenggam Daun di Tepi La Seine
Wuwun Wiati
Gramedia Pustaka Utama, 304 hal
Indonesia International Book fair, JCC Senayan


Jalan cerita:


Ajeng adalah wanita yang beruntung karena berani menjejakkan kaki sendirian di tanah Eropa dengan selamat hanya bermodalkan rasa cinta dari seorang pemuda Perancis bernama Yves yang dikenalnya di bandara. Dicintai dan diajak menikah oleh seseorang yang asing baginya hal yang sangat rumit, serumit bayang-bayang ketakutan yang menyertainya setelah sepanjang hidupnya berpisah dengan sang ibu yang pergi meninggalkan dirinya beserta ayah dan adiknya.

Menjalani hidup bersama dengan Yves di kota Paris mendorongnya untuk beradaptasi sekaligus menjalin hubungan dengan berbagai kalangan. Salah satunya dengan keluarga Yves sendiri. Meskipun begitu tetap masih ada rasa kegamangan yang belum bisa diterima di ceruk pribadi Ajeng yang terdalam.

Namun kekuatan cinta dan kasih sayang yang diperlihatkan keluarga besar Yves mampu mengikis keraguan. Bahkan godaan yang ditunjukkan Alain, sahabat Yves ini pun tak mampu menggoyahkan pikiran Ajeng untuk segera memutuskan hal yang terbaik demi hidupnya. Kesadaran untuk menerima dan memberi kasih sayang yang dulu sempat hilang pada sang ibu cukup membuat pandangan Ajeng terbuka akan hakikat sebuah pernikahan. 

 Ulasan:

Cerita yang dituturkan dalam novel ini bagi saya adalah hal yang baru dan sangat menarik. Kisah pasangan beda bangsa selalu menimbulkan kerumitan tersendiri baik melalui bahasa, kebiasaan hidup, iklim yang ditempati atau saat bertukar pikiran. Hal-hal yang remeh selalu menarik. Pengarangnya memang baru saya kenal namun saya merasa ini adalah karya yang sangat bagus karena selain hal romantis, ada juga benturan pandangan serta problematik hidup di negara yang sudah maju yang ditonjolkan. 

Orang Indonesia yang tinggal di negeri empat musim sudah pasti akan menemui masalah dan mengalami kejutan budaya. Apalagi gaya hidup orang Barat yang sangat terang-terangan dan tanpa malu membuat kita merasa aneh sendiri. Membaca novel ini kita menjadi tahu dan juga diajak mengenali seluk beluk pantai nudisnya atau mengunjungi klub Swinger yang sangat tabu di mata orang Timur, hal yang bisa membuat kita sadar bahwa di seberang benua terdapat negeri yang lain dengan segala sesuatu yang nyeleneh.

Alur ceritanya sederhana dan bergaya fiksi pop. Tokohnya yang bernama Ajeng sangat diekspos oleh penulisnya baik melalui perasaan, pikiran ataupun tindakan. Melalui pikiran dan perasaan kita tahu bahwa berpaling sejenak dan kembali ke sisi Yves merupakan dua sisi yang sangat rapuh tapi sekaligus menantang pikiran Ajeng. Seputar hidup di negeri orang juga sisi yang menarik diceritakan semisal belanja ke swalayan, nongkrong di kafe sembari menyesap kopi, bertemu teman sesama orang Indonesia dan...sifat pelupa Ajeng yang parah.

Secara keseluruhan, novel ini sangat menarik dan menyenangkan dalam memperlihatkan sisi lain wanita Indonesia yang bimbang dan hidup di negeri yang asing berikut Paris yang dengan segala gemerlapnya ternyata kota ini juga menyimpan keunikan yang lain. Tak sekadar kulitnya tapi novel ini berhasil mengupas bagian terdalamnya. Ada nuansa pengetahuannya tersendiri. 

Dan berkat kedewasaan pikiran serta kehadiran sang ibu  Ajeng mampu memutuskan hal yang terbaik.










Segenggam Daun di Tepi La Seine Segenggam Daun di Tepi La Seine Reviewed by Erna Maryo on Oktober 16, 2015 Rating: 5

1 komentar:

  1. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
    Covernya bagus banget dan plotnya cukup menarik ya, jadi kepikiran untuk baca.
    ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.