Ika Natassa
Gramedia Pustaka Utama, 330 hal
Gramedia, Mal Pondok Indah
Sinopsis:
Dalam waktu sebelas menit saja sejak pertemuan dengan sosok laki-laki bernama Ale, Tanya merasa sudah menemukan pria idamannya. Demikian juga Ale. Mereka akhirnya menikah. Dan ketika memasuki dunia rumah tangga yang benar-benar baru ini, keduanya mencoba berkompromi dalam mengatur frekuensi pertemuan.
Ale berprofesi sebagai 'tukang minyak' dengan lokasi markas kilang minyak nun jauh di sana di belahan benua lain. Sementara Anya bersinar dengan kariernya sebagai konsultan yang sesekali melakukan perjalanan pula. Sebuah pasangan yang sungguh-sungguh memerlukan pengertian yang sangat besar untuk sebuah pertemuan yang intens sebagai seorang suami dan istri.
Keduanya nyaman berhubungan dengan cara seperti ini hingga datang badai menerpa rumah tangga mereka dan memporak-porandakan keyakinan yang sudah terbangun dengan baik. Bukan selingkuh, namun sesuatu yang membuat Anya perlu waktu untuk menata hati kembali dan menerima Ale seperti sedia kala.
Ulasan:
Ada alasan lain mengapa seorang pengarang menuliskan novel yang berada di luar zona yang dikuasainya. Ingin mencari sesuatu yang beda atau ingin menjangkau dan menguji diri sampai sejauh mana tema ini bisa dikuasai
Bagi saya itu sah-sah saja selama cerita masih bisa diterima akal dan berhasil dicerna dengan baik. Untuk novel ini, saya melihatnya sebagai suatu pendewasaan dari beberapa novel Ika sebelumnya. Masalah rumah tangga adalah hal yang kompleks. Berbagai persoalan yang dihadapi harus ditanggulangi oleh dua orang yakni suami dan istri. Tak bisa salah satu saja.
Menurut saya isi novel ini terlalu dibawa perasaan alias merengek-rengek, merajuk, berlama-lama dan berlarut-larut. Mengapa Anya merasa sakit hanya karena ucapan Ale yang juga sama berdukanya dengan dirinya?Tak bisakah sekadar ada gambaran menyadari bahwa mereka berdua itu sebenarnya korban. Korban dari kesibukan yang berat.
Yah, namanya juga novel, pasti harus ada unsur dramanya bukan? Sebagai novel yang membahas rumah tangga, kiranya persoalan yang menerpa harus juga menawarkan solusi atau perenungan dari kedua pihak.
Alur cerita yang diambil dari sudut pandang berganti-ganti antara Ale dan Anya cukup membuat lebih memahami namun kekurangannya, cerita menjadi terasa lamban.
Saya suka gaya Ika yang selalu menyelipkan pengetahuan tentang apa pun semisal jenis kopi, tempat-tempat yang dikunjungi di Amerika, atau perenungan panjang yang diwakili Anya atau Ale. Rasanya pasca Antologi Rasa yang pernah saya baca, cerita ini membumi. Ada peningkatan bobot isi dan tema yang lebih rumit dan penulisnya sudah naik kelas menurut saya.
Sebagai sebuah kisah, jalan cerita cukup menarik ( bagi para perempuan yang termehek-mehek dengan sosok Ale, pastinya) namun kondisi di akhir kisah agak mengecewakan bagi saya pribadi.
Tidak ada komentar: