Ilusi Imperia
Seri Imperia #1
Akmal Nasery Basral
Gramedia Pustaka Utama, 384 hal
Gunung Agung, Blok M
Sinopsis:
Wikan Larasati tak pernah menyangka pekerjaan pertamanya sebagai seorang reporter di sebuah majalah berita bernama Dimensi telah menghantarkannya ke tengah arus yang memusingkan. Pertemuan nara sumber pertamanya yang adalah seorang diva pop bernama MC alias Melanie Capricia telah mengantarkannya ke belahan bumi Eropa dan mendapati dirinya terjebak dalam pusaran masalah yang pelik.
Meskipun Wikan berhasil mewawancarai MC namun hasil yang didapat justru obrolan yang remeh-temeh belaka. Bahkan kehadirannya di dekat patung Imperia di kota Konstanz Jerman telah mendorong Adel sahabat sekaligus manajer penyanyi itu untuk mengungkapkan isi hati dan kebenciannya terhadap MC.
Pengungkapan Adel yang ternyata telah bekerja sama dengan pengacara kondang Rangga Tohjaya untuk menjebak MC telah mencengangkan dan membuat hati MC terluka dan merasa dikhianati.
Wikan yang telanjur mengetahui dan menyaksikan betapa terkoyaknya sebuah persahabatan memutuskan untuk menemani MC di hotel.
Tak ada yang tahu kecuali mas Hastomo -sang senior, bahwa Wikan sebenarnya memiliki kemampuan semacam sugesti dan telepati. Sebuah kombinasi yang sangat langka dan pastinya berguna untuk mengendus masalah, atau justru memperlebar masalah?
Ulasan:
Dari berbagai kisah yang saya baca selama ini baik itu yang bertema jenaka, percintaan, kriminal atau kesedihan, rasa-rasanya baru kali ini saya merasa inilah cerita yang sanggup membuat saya terpesona oleh bahasannya yang padat dan penuh intrik jahat.
Alur cerita yang sangat dramatis dikemas dengan penyampaian yang begitu informatif perihal lokasi, sosok manusianya, serta institusi yang terkait dalam cerita itu sungguh mengesankan. Semuanya terasa begitu hidup dan nyata. Dan tak main-main isu ceritanya adalah tentang selebritas yang dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap pengacara kondang yang telah membantunya lolos dari tuduhan plagiarisme. Menarik dan agak langka, bukan?
Pengarang sangat detail dalam menceritakan berbagai hal yang bertalian dengan Imperia semisal Konstanz, kota kecil di Jerman, atau tempat-tempat lain di sekitarnya terutama patung Imperia yang menjadi ikon sekaligus inspirasi dan sumber obsesi bagi MC.
Tema yang diusung sebenarnya sudah banyak diangkat ke dalam cerita fiksi. Sebelumnya cerita-cerita tentang konspirasi, pembunuhan, atau investigasi, setahu saya sering dikisahkan oleh pengarang sekelas Remy Silado atau Okky Madasari. Intrik-intrik yang ditonjolkan selalu menarik dan memikat pembacanya lengkap dengan catatan kaki yang menegaskan sebuah persoalan sehingga kadang pelaku utama menjadi tak penting lagi untuk ditebak.
Begitu pula dengan Ilusi Imperia, rasanya lama sekali menanti cerita dengan tema sedemikian serunya hingga akhirnya muncul bacaan yang mampu memuaskan dahaga kerinduan akan cerita seputar penyelidikan atau investigasi yang khas dengan persekongkolan tingkat tinggi didukung oleh informasi dan data yang lumayan akurat guna memperkuat landasan dan tema ceritanya.
Ilusi Imperia adalah buku bagian pertama dari trilogi Imperia. Buku pertama baru melakukan pengenalan dan investigasi awal yang masih prematur sehingga ini akan mendorong pembacanya untuk cepat melanjutkan ke buku kedua dan ketiganya. Kita akan berkenalan dengan tokoh semacam Bang Moorhan si kepala redaksi, Arlen, Hastomo, Krisnawan awak redaksi, MC, Adel sang manajer MC, Jendral Pur, dan tak ketinggalan sosok sentral, Wikan Larasati sang reporter yang masih canggung dan gagap dalam menjalankan profesi barunya.
Perlu Pemahaman
Membaca cerita yang berbobot dan yang mengundang rasa ingin tahu itu perlu dua pilihan. Pilihan pertama dibaca sampai habis dengan cepat, atau dibaca secara bertahap karena dalam setiap babnya ada berbagai hal yang bisa menjadi pengetahuan dan pemahaman baru. Pilihan-pilihan itu cukup memuaskan namun tergantung individu untuk menyelesaikannya. Saya pribadi lebih memilih yang kedua, karena arus kisahnya sangat detail dan deras serta memerlukan pemahaman akan lokasi dan istilah di dalamnya.
Membaca cerita debutan wartawan Tempo ini serasa membaca liputan kejadian yang sangat nyata dan otentik. Plus, penguasaan tentang suatu hal entah konstelasi bintang, dunia musik, atau asal mula Imperia misalnya sangat memikat. Hal ini tak begitu mengherankan karena Akmal sendiri memang telah biasa meliput suatu berita baik yang berskala nasional atau sekadar ruang lingkup kecil sekitar ibukota dengan tambahan dan nara sumber yang sungguh-sungguh ada terlebih kasus-kasus yang menyerempet politik.
Meskipun novel ini agak blak-blakkan dalam menceritakan segala hal baik hubungan antar pria-wanita ataupun pengungkapan kasus pembunuhan, namun percayalah ini takkan membuat pembacanya berhenti membaca. Sebaliknya, pembaca akan merasa tergiring untuk semakin ingin tahu kisah selanjutnya. Kalau ada yang mengatakan bahwa novel ini vulgar dalam menggambarkan aspek suatu hubungan, sebenarnya Ilusi Imperia justru berisi cerita yang serius. Lagipula, sampulnya sudah direvisi dengan menampilkan 18+ sebagai tanda isinya tidak ditujukan untuk remaja atau di bawah 18 tahun.
Akhirnya, dalam seri yang pertama ini kita hanya mampu menyusun noktah-noktah kecil, kepingan-kepingan yang perlu dirangkai menjadi sebuah gambar yang jelas tentang siapa dalang pembunuhan pengacara terkenal bernama Rangga Tohjaya ini.
Jawabannya mungkin saja ada di novel #2.
Terima kasih atas reviewnya atas Ilusi Imperia. Ditunggu review untuk Rahasia Imperia dan Coda Imperia ya. Salam literasi, ANB
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan membaca ulasan tentang buku ini. Maaf, baru terbaca sekarang komentarnya.
Hapus