Akmal Nasery Basral
Gramedia Pustaka Utama, 319 hal
Gramedia, Gancit
Sinopsis
Meutia Ahmad Sulaiman datang ke Jakarta dalam rangka mengurus pekerjaannya di bidang computer simulation. Tak disangka di sana ia berjumpa kembali dengan mantan pacarnya bernama Tuta yang telah menjadi seorang penyiar TV. Rasa sayang dan benci timbul kembali seiring terus intensnya mereka bertemu. Tuta yang masih memendam rasa berupaya untuk meraih kembali cinta yang terlepas.
Selain Tuta rupanya ada pria lain yang juga mencintainya bernama Ryo, seorang pakar genom dari Jepang yang berupaya menyembuhkan penyakit Meutia melawan rasa trauma terhadap bencana melalui rekayasa genomnya.
Meskipun masih mencintai Tuta dan menyayangi Ryo, Meutia tahu bahwa ia tak bisa menerima cinta mereka karena selain masih menyimpan keraguan besar. Ia sadar dengan penyakit PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang terus saja membayangi langkahnya, dapat dipastikan ia hanya akan menjadi beban dan akan sangat sulit untuk pulih.
Beruntung ia masih memiliki sahabat-sahabat yang sejak SMA selalu setia mendampingi dan tulus membantu. Dan tanpa Meutia sadari salah satu kawan SMA-nya justru memahami dan mencintai apa adanya lebih dari yang perempuan itu ketahui.
Ulasan
Karena membaca judul novel ini saya jadi tertarik untuk mengetahui isinya. Jujur, saya punya ekspetasi tinggi karena telah membaca judul lainnya karya pengarang yang sama ini dua tahun silam. Dan memang tema yang dulu dengan sekarang agak berbeda. Persamaannya hanyalah tokohnya saja, tetap wanita.
Ceritanya berkisar tentang hubungan antar dua manusia, masa lalu dan trauma. Suatu kombinasi tema yang umum saja dan ringan. Alur ceritanya paralel, dengan kilas balik di bagian tertentu yang tidak sampai membingungkan.
Sebagai penyintas bencana tsunami Aceh, Meutia telah menjadi sosok yang terkenal dan mendapat keberuntungan untuk bersekolah di negeri Jepang. Kondisi yang menyenangkan ini akhirnya berakhir dengan munculnya triple disaster yang mengakibatkan meninggalnya kedua orang tua angkat Meutia di Fukushima. Dan menjadikan gadis ini sebatang kara untuk yang kedua kalinya.
Dari sini sebenarnya kisahnya mulai seru.
Ceritanya berkembang dengan situasi pelik akibat penyakit yang diderita Meutia berupa kondisi traumatis pasca bencana yang sulit untuk dihilangkan, juga munculnya tiga pria yang sama-sama menaruh hati. Selain itu penderita kerap mengalami halusinasi dan seolah memiliki kepribadian ganda.
Kebingungan
Sebenarnya sepanjang novel ini saya sangat menikmati sekali setiap Meutia kebingungan dengan cintanya. Akan ke mana cinta sebenarnya yang harus ia berikan? Kepada Tuta, Ryo atau sosok misterius yang diam-diam juga mencintainya sejak lama. Seru yang dimaksud tentunya apakah akan ada bahaya lain semacam bencana lagi atau ketakutan yang menghimpit perasaan si tokoh itu. Semacam kisah yang lebih menghebohkan mungkin.
Nyatanya, sampai akhir cerita, kisah yang disuguhkan rupanya tak jauh dari penawaran cinta. Yang awalnya saya cukup berempati dengan penderitaan si tokoh perempuannya, akhirnya justru merasa 'Lha, kok jadi begini sikapnya?' Ternyata pakar Computer Engineering yang secara keilmuan sangat pintar saat disodori perkara cinta akhirnya justru bimbang.
Pengarang cukup asyik mengombang-ambingkan perasaan sehingga tanpa sadar saya pun ikut hanyut dan terbawa arus sehingga merasa seharusnya Meutia tidak memilih ketiga pria ini. Kalau saya jadi Meutia saya akan pergi menjauh dan menenangkan pikiran sekaligus mencari pengobatan. Apalagi bila diamati sebenarnya yang mencintai sepenuh hati hanyalah pria ketiga yang bernama Farhan.Sementara Meutia sendiri masih selalu kebingungan dan mungkin saja awalnya tidak menyadari sama sekali.(bahkan tidak mencintainya?)
Jangan Berprasangka
Yah, namanya juga cerita cinta jadi yang dimenangkan pada akhirnya adalah cinta dan perasaan. Meskipun diembel-embeli dengan pengetahuan tentang gangguan penyakit pasca bencana dan kilas balik tentang tsunami Aceh, benang merahnya adalah tetap soal cinta. Cinta yang dewasa dan penuh kematangan sikap.
Lumayan sih ide ceritanya. Saya sendiri mengira Meutia akan melabuhkan cintanya pada Ryo si pakar genom dari Jepang itu mengingat judulnya saja telah beraksara Jepang, meskipun sebenarnya tidak seeksplisit itu. Jadi benar kata pepatah, jangan berprasangka hanya lewat sampul bukunya saja.
Satu hal yang agak membuat saya mengernyitkan dahi adalah mengapa harus ada cerita tentang semacam kesurupan ya? Atau ini semacam plot twist? Meutia yang kalem tiba-tiba menjadi sangar dan membabi buta karena telah mengetahui seluruh sisi gelap dan maksud sebenarnya dari Tuta, Ryo dan si psikiater dalam mendekati dirinya.
"Aku puas sudah menghancurkan hidup dua lelaki palsu yang pura-pura mencintaiku," hal. 267
Alih-alih sebagai kejutan, penggalan di bagian ini nampak seperti dipaksakan untuk muncul dan membuat goyah akan gambaran sosok Meutia yang tercipta manis di awalnya. Namun bisa saja ini sebagai trik agar pembaca makin tersedot dan penasaran. Dan ya, saya penasaran.
Sebagai suatu cerita, novel ini menarik, namun ada banyak pesan yang diusung sehingga satu per satu gugur hingga yang tertinggal hanya masalah romansa.
Tidak ada komentar: