Gadis Pantai
Pramoedya Ananta Toer
Lentera Dipantara, 272 hal
Toko buku loak, Blok M
Sinopsis
Kisah Gadis Pantai yang lugu sekaligus beruntung dinikahi oleh Bendoro. Dalam permainan nasib yang tidak berdaya ia lawan-salah satunya adalah pernikahan yang dipaksakan oleh kedua orangtuanya, ia berusaha beradaptasi dan menerima apa pun yang diberikan kepadanya. Meskipun takut, Gadis Pantai tak kuasa menolak peristiwa yang akan menentukan hidupnya kelak. Ia dikawinkan, diajari adab sopan santun, dikasihi Bendoro, melahirkan bayi perempuan dan berteman dengan salah satu bujang wanita yang ia sapa dengan Mbok.
Mendapat panggilan Mas Nganten tak membuatnya serta merta mengalami kehidupan yang indah. Ia harus menerima kenyataan bahwa statusnya yang sebagai orang kebanyakan tak cukup untuk menjadikannya sederajat sebagai istri. Ia harus rela pergi meninggalkan bayinya dan membawa kegundahan batin.
Ulasan
Dalam beberapa tahun sebelumnya saya selalu ingin membaca salah satu karya Pramoedya Ananta Toer (PAT) ini. Setiap mendengar berita yang berkaitan dengan karya PAT ini ada rasa penasaran yang mengusik untuk membaca tulisan-tulisannya. Apalagi setelah roman berjudul Bumi Manusia telah sukses difilmkan dengan sangat baik dan kebetulan saya sudah menontonnya.
Saya terkesan oleh pesan yang disampaikan melalui film itu meskipun belum pernah membaca bukunya. Sebelumnya saya pernah membaca novel yang berjudul Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer namun entah mengapa isi ceritanya sulit sekali saya tangkap dan gagal disimpulkan. Pengalaman di awal itu mungkin yang membuat saya agak berjarak dengan seri buku karya PAT lainnya untuk dibaca.
Gadis berkebaya
Namun pada suatu hari saat saya berkeliling di toko buku loak di wilayah Blok M dan ketika saya melihat-lihat novel PAT di etalase depan, sang pedagang langsung menyodorkan novel berjudul Gadis Pantai ini di hadapan saya. Saya terkesima sesaat oleh tampilan sampul depannya yang menggambarkan seorang gadis berkebaya yang duduk melamun sementara seorang Bendoro berdiri mengawasinya dari kejauhan sembari dipayungi agar tak kepanasan.
Ada semacam dorongan untuk mengetahui kisahnya dan tentu saja saya langsung membelinya.
Saya hanya perlu waktu satu minggu saja untuk membaca novel ini. Kisahnya sarat dengan kesedihan di awalnya karena kawin paksa adalah hal yang menyiksa batin seorang wanita terlebih lagi bagi remaja manakala seharusnya ia sedang senang bermain-main dengan dunia penuh keceriaan.
Plot yang disusun cukup lancar menggambarkan kehidupan seorang anak remaja yang mendadak harus tinggal di rumah Bendoro dan dipanggil Mas Nganten itu, sebuah sebutan penuh rasa hormat dan menghasilkan perlakuan bak ratu oleh sejumlah bujang wanita maupun pria yang siap sedia membantu.
Sebuah potret tentang seorang wanita yang tersaruk-saruk dengan kemiskinan lalu mendadak diangkat menjadi wanita terhormat kemudian didepak kembali ke kehidupan pantai. Kembali ke sebuah kampung nelayan yang miskin yang sejujurnya adalah hal yang sering kita jumpai sesungguhnya di wilayah lain baik di pedesaan ataupun perkotaan hingga kini.
Direndahkan
Seorang pengarang sekaliber PAT yang mampu menuliskan dengan detail dan bahasa yang sederhana serta telah menghasilkan sekian novel yang mendunia pastilah tak sulit untuk mengisahkan roman seperti Gadis Pantai yang bermuatan kritik sosial. Kisahnya memungkinkan saya untuk memahami gejolak yang dirasakan sang Gadis Pantai.
Selain itu temanya pun masih tetap relevan sampai sekarang. Artinya PAT jenius sekali dalam mengkritisi kehidupan di strata bawah maupun atas. Peristiwa semacam ini memang telah dan tetap ada kapan pun zaman berganti. Pernikahan dini dan kehidupan feodal adalah dua hal yang masih terus berlangsung, berhimpitan dan terjadi di mana saja tinggal dipoles sesuai zaman saja.
Dengan latar kisah era Hindia Belanda kemudian dipertegas lagi dengan adanya sosok bangsawan yang dipanggil Bendoro maka lengkap sudah bahwa label feodalisme ini lekat dalam setiap alur ceritanya. Ada kesan bahwa PAT hanya menonjolkan haru-biru kehidupan seorang gadis belia yang terpisah dengan kedua orangtuanya. Namun sesungguhnya kehidupannya saat itu benar-benar direndahkan. Ada yang lebih memedihkan karena sesungguhnya feodalisme tetap ada dan mengakar kuat dalam budaya di tanah Jawa.
Gadis Pantai ditinggikan harkat dan martabatnya hanya sesaat. Selama tiga bulan pertama tinggal di rumah Bendoro ia diajari mengaji, merias diri, membatik, dan belajar tata krama. Ia yang murni seorang gadis kampung sempat merasakan enaknya menjadi seorang permaisuri Bendoro dan disayangi dengan sepenuh hati oleh suaminya.
Kedudukan dan harta
Kehidupan yang nampaknya indah dan begitu mudah akhirnya terhempas manakala sang suami menceraikannya setelah Gadis Pantai ini melahirkan bayi berusia tiga setengah bulan dan harus meninggalkan anaknya. Bendoro rupanya tak menginginkan kehadirannya lagi dan ia hanya dianggap sebagai istri percobaan. Istri Bendoro tetaplah dari kalangan yang sederajat dan bukan dari orang kebanyakan macam Gadis Pantai.
Padahal awalnya Gadis Pantai ini pun sewaktu diantar naik dokar ke rumah Bendoro pun tak mau dipaksa menikah. Hanya karena kedudukan dan harta yang telah mengiming-imingi kedua orang tuanya sajalah maka perempuan ini tak kuasa menolak.
Konflik-konflik ini jelas terlihat di sepanjang cerita dan pertentangan batin gadis belia ini cukup lugas dilukiskan perasaannya oleh sang pengarang. Mendekati pertengahan cerita alurnya memang agak kendur seolah memberi ruang nafas bagi Gadis Pantai untuk sejenak bersenang-senang dengan dirinya yang baru bisa bertemu kembali dengan kedua orangtuanya.
"Gadis Pantai tersedu-sedan. Buat pertama kali dalam hampir tiga tahun ini ia mengetahui ada kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaan Bendoro..." h. 248
"Gadis Pantai tersedu-sedan. Buat pertama kali dalam hampir tiga tahun ini ia mengetahui ada kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaan Bendoro..." h. 248
Tragis namun kenyataannya demikian. Wanita, gadis, perempuan yang hanya diletakkan sebagai objek rupanya akan tetap menjadi sosok yang pasrah dan tak berdaya. Pengarang mengkritisi tepat di sumber masalahnya sedemikian rinci. Tak heran memang karena cerita Gadis Pantai ini menurut pengakuannya adalah kisah neneknya sendiri.
Tidak ada komentar: