Aruna dan Lidahnya
Laksmi Pamuntjak
Gramedia Pustaka Utama, 427 hal
Gramedia Gandaria City
Sinopsis:
Aruna Rai, seorang ahli wabah yang sangat menyukai makanan dan terlibat petualangan kuliner ke delapan kota di seluruh penjuru Indonesia. Bersama sahabatnya Nadezhda dan Bono serta rekannya yang dokter hewan, Farish, Mereka pergi mengunjungi berbagai tempat yang terjangkit flu burung. Meskipun pergi bersama sahabat-sahabatnya ke berbagai kota seperti Surabaya, Banda Aceh, Palembang, Pontianak, Singkawang, Bangkalan, Pamekasan dan Mataram, jiwa Aruna seakan tak menikmatinya. Ada semacam perasaan cemas akan akibat-akibat yang ditimbulkan seusai menengok salah satu rumah sakit yang menerima pasien flu burung ditambah kegundahan akibat penugasannya yang mendadak dibatalkan justru pada saat ia mulai bersemangat menjelajah tempat.
Namun selain berurusan dengan dokter, rumah sakit, LSM, dan atasannya bernama Irma yang menyebalkan tapi juga dihormatinya itu, dalam berpetualang kuliner ia pun menemukan rasa yang sangat menyentuh relung-relung jiwanya. Ada sensasi tertentu kala mengejar sekaligus mencicipi hidangan atau jajanan yang ditawarkan di sebuah kota. Juga di salah satu tempat ia menemukan cinta semu dari diri rekannya. Cinta sesaat yang sempat menerbangkannya ke suasana ceria tapi akhirnya menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang lebih penting dari sekadar jalan-jalan, kuliner dan persahabatan.
Ulasan:
Saya masih terpukau oleh kepiawaian pengarang saat menghasilkan Amba. Dan keterpesonaan ini masih terus terbawa di novel berikutnya hingga akhirnya sampai pada satu kesan: Aruna jadi terlihat biasa saja dan tak ada kesan. Antara keduanya -Aruna dan Amba memang tak bisa dibanding-bandingkan karena memang ide dasarnya sudah berbeda. Yang satu tentang sosok dan yang ini tentang makanan dengan latar belakang kasus flu burung. Kesamaannya ada pada satu makna, yakni pencarian.
Membaca novel ini tak terlalu berbelit karena alurnya sangat jelas dan yang dibahas hanya tentang petualangan kuliner. Saya merasa kasus flu burung hanya sekadar latar atau tempelan semata agar penelusuran tentang kuliner ke berbagai kota ada alasannya. Bahkan saya tak melihat adanya kaitan yang erat antara tugas sebagai ahli wabah dengan blusukan mencari Pengkang, makanan khas Pontianak terbuat dari beras ketan berisi ebi, bentuknya kerucut dan dibungkus daun pisang. Saat membacanya ada suasana menyenangkan karena novel ini bercerita tentang suatu hidangan yang unik dan memberi wawasan tersendiri. Tapi di kali lain, ada rasa gregetan mengapa kisah hanya berputar-putar di makanan saja. Kemana peran ahli burung, dokter hewan, ahli lain, tokoh LSM lain?
Inilah yang mencemaskan, sampulnya sih memang tentang kuliner dan makanan tapi dengan embel-embel ahli wabah rasanya kesan seriusnya seperti dipaksakan untuk masuk ke dalam tema. Pada akhirnya saya tak menemukan adanya penyelesaian kasus yang benar-benar tuntas. Semua dibiarkan mengambang.
Agak mengecewakan karena saya terlalu berharap banyak. Namun dengan detail kulinernya, saya rasa novel ini bisa jadi penawarnya dan membuat saya setia membacanya hingga tamat karena dalam pendeskripsian suatu bahan makanan, pengarang mampu melukiskannya dengan baik.
"...piring-piring berisi irisan bakso, aneka gorengan, siomay, lo ma kai, chee, chong fan, pangsit, tahu, lumpia, popiah, bacang, telur rebus, telur pitan, udang, kerang, cumi-cumi, mi lebar, mi tipis, mi keriting, mi karet, kwetiau, bihun, soun, bubur, nasi, kaldu bubur, cincau, tau suan, liang teh..."(hal 257)
Atau saat membahas tentang telur...
"Aku suka wangi telor ceplok terutama yang digoreng dengan mentega dan menghasilkan aroma mentega cokelat yang wanginya tiada duanya...memgingatkanku akan masa kecilku yang sederhana...atau telor dadar ala Prancis penuh susu dan keju disertai semerbak seledri dan daun bawang...telur dadar kampung dengan tekstur menyerupai perkedel pipih..." (hal 283)
Sayang memang. Novel ini seakan terkunci di bagian akhirnya dengan tanpa kesimpulan yang berarti dan buru-buru diselesaikan berupa rekonsiliasi dengan sang ibu. Begitu saja.
Tidak ada komentar: