Namaku Mata Hari: Kisah Tragis Spion Cantik Abad 19








Namaku Mata Hari
Remy Sylado
Gramedia, 559 halaman
Toko buku Toga Mas, YK



Sinopsis

Tersebutlah Margaretha Geertruida, seorang gadis blasteran Indonesia Belanda yang menemukan keindahan hidup hakiki melalui tarian yang dibawakannya di hadapan para pejabat penting dunia. Berbekal dari latihan menari yang didapatnya dari seorang guru tari di padepokan Borobudur,  perempuan yang awalnya hanya istri dari seorang serdadu Inggris bernama John Rudolph MacLeod,  akhirnya menemukan jati dirinya yang utuh sebagai pribadi yang merdeka dan tak terikat oleh norma maupun dogma agama dalam mengejawantahkan pikiran bebasnya pada masa penjajahan di Hindia Belanda. 

Ya, Margaretha yang pandai menari ini berganti nama menjadi Mata Hari dan dengan lincahnya mampu membius mata para pejabat penting dunia di antaranya dari  Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, ia mampu menarik hati sekian banyak penonton termasuk Elsbeth Schragmuller, intel Jerman yang berhasil membujuknya menjadi agen rahasia ganda dan pada akhirnya selalu berhasil mengorek rahasia penting antar negara.

Ketika kepiawaiannya dalam berakting ganda makin cemerlang, Mata Hari justru dicurigai oleh pihak lain. Ia diinterogasi oleh Scotland Yard agar mengakui keterlibatan dirinya dalam membagi informasi rahasia kepada pihak lawan.

Hidup Mata Hari yang penuh kegilaan dan gelimang dosa lantaran berkali-kali kencan dengan para pejabat penting akhirnya harus diakhiri di depan regu tembak. Mata Hari hanyalah sebuah nama namun sepak terjangnya sungguh tak mampu dilupakan bagi sebagian jenderal yang pernah dekat dengannya.


Ulasan

Pertama kali membaca tentang Mata Hari melalui kisah yang dipaparkan oleh Remy Sylado sungguh membuat wawasan saya menjadi lebih jembar karenanya. Ada rasa terperangah dan semangat 'emansipasi' yang mengiringi benak saat membaca bab demi babnya. Ada keterkejutan saat mendapati bahwa tokoh Mata Hari begitu kompleks hidupnya. Seorang mata-mata yang njawani - terlepas dari kehidupannya yang dipengaruhi gaya hidup Barat dan telah mampu membuat semua pejabat ikut terlibat dalam Perang Dunia I.

Novel setebal 500-an halaman ini pun tak membuat cerita yang disampaikan membosankan. Sebaliknya, setiap bab selalu memberi kisah yang baru dan membuat ketagihan tentunya dengan pendekatan fiksi dan sedikit dramatisasi. Bukan kali ini saja pengarang menuliskan kisah dari sudut pandang wanita. Sebelumnya Remy Sylado bahkan selalu bercerita dengan sudut pandang wanita seperti dalam Ca Bau Kan atau Kerudung Merah Kirmizi.

Melintasi waktu


Hal yang menarik dari setiap membaca novel karya Remy Sylado adalah ia selalu membuat para tokohnya begitu nyata, hidup dan dekat dengan pembacanya. Kutipan yang dicantumkan dan wawasannya dalam membagikan informasi melalui catatan kaki adalah sebagian ciri penulisannya yang sangat kredibel. Berbobot serta sangat membuka wawasan.

Maka selain kita mendalami siapa Mata Hari ini, membaca ceritanya membuat pikiran kita dipenuhi imajinasi masa lampau yang indah dengan detail kebiasaan yang menggugah. Jangan remehkan setiap catatan kaki karena di sanalah sebuah sejarah sedang diungkap. Selain itu  kita juga diajak menyelami setiap tengara (landmark) dan peristiwa-peristiwa penting yang menjadi saksi si tokoh ini terlibat di dalamnya. Kembali ke abad ke-19 agaknya menjadi pengalaman membaca yang subjektif sekaligus menggetarkan. Sungguh menyenangkan diajak berjalan melintasi waktu ke abad 19 dengan tokoh wanita yang 'penting'.




Di tangan Remy Sylado, kisah mata-mata wanita pada zaman Perang Dunia I menjadi sangat menarik dan asyik dibaca. Sudah banyak film dan novel yang mengangkat kisah sepak terjangnya namun melalui novel bersampul biru benhur ini pemahaman kita menjadi bertambah lantaran setiap pendapat dan ucapan Mata Hari adalah juga suatu keinginan atau suara hati bagi wanita yang terkungkung oleh tradisi dengan gaya yang lebih berpihak ke Indonesia.

Dan ironisnya meskipun selalui diperdaya oleh mantan suami, namun toh ia justru dielu-elukan sebagai penari erotis yang mengesankan dan berhasil memperdaya para pejabat militer yang tidur dengannya.

Berlimpah


Alurnya yang paralel dengan situasi latar yang sebagian besar di tanah Eropa tentunya memberi romansa yang indah namun justru di sinilah pengarang menuntaskan kisah secara anti klimaks. Banyak tokoh-tokoh penting selain Mata Hari yang dilibatkan untuk memperkuat cerita semisal Ladoux dan Von Bayerling. Dua pejabat penting yang memiliki andil besar dalam dunia spionase Mata Hari.

Namun, sesungguhnya daya tarik besar untuk terus menekuni tulisan Remy Sylado sampai halaman terakhir adalah kelincahannya dalam merangkai kata kalimat dengan makna yang filosofis. Persediaan kata dan istilah Indonesianya sangat berlimpah. Ditunjang oleh  riset dan gaya penceritaan dari sudut pandang wanita sehingga kita seakan lupa bahwa pengarangnya adalah pria.

Kendati kisah Namaku Mata Hari ini disusun berdasarkan fakta yang tersebar, tak bisa dipungkiri bahwa setelah membacanya batas antara fiksi dan fakta menjadi seakan lebur, kabur, tetapi sebaliknya juga lebih jelas. Seolah kita malah membaca sebuah biografi tokoh lengkap dengan detail-detail sejarahnya yang membuat tercengang.

Hidup, aku percaya dan terserah nasib adalah sepenuhnya urusan sang waktu. Arti hidup ternyata hanya merawat hayat untuk menunda ajal yang niscaya. Dan di atasnya itulah aku berjuang dengan piranti-piranti bakatku antara jalang-sundal-lacur dan bunglon h.450.

Melalui Remy Sylado sepak terjang tokoh ini menjadi lebih hidup, lebih manusiawi dan mendekatkan kita lebih dari apa pun akan sebuah komitmen yang dijalaninya sampai mati. Pada Mata Hari kita belajar untuk berani menerima konsekuensi dan risiko. Kematian yang gagah berani di depan regu tembak adalah contohnya.

 

Namaku Mata Hari: Kisah Tragis Spion Cantik Abad 19 Namaku Mata Hari: Kisah Tragis Spion Cantik  Abad 19 Reviewed by Erna Maryo on Februari 06, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.