Kekasih Musim Gugur
Laksmi Pamuntjak
Gramedia Pustaka Utama, 452 hal
Gramedia Melawai, Blok M
Sinopsis
Setelah lama bermukim di Berlin, Siri Eilers (Srikandi) pulang ke Jakarta. Awalnya ia hanya ingin melakukan pameran seni. Namun ternyata banyak permasalahan yang pelan-pelan bermunculan seiring pertemuannya dengan mantan sahabatnya, Dara dan anak tirinya.
Selain masih memiliki jejak-jejak konflik dengan si anak tiri bernama Amalia, Siri juga masih menyimpan rasa luka dan ego yang besar atas segala perbuatan masa lalu yang dilakukan oleh ibunya; Amba.
Pusaran konflik makin membuat Siri terperangkap dan tak bisa keluar karena ia masih menganggap dirinya adalah sosok yang penting dan ingin diperhatikan. Dara selaku mantan sahabatnya sejak remaja selalu mengingatkan bahwa Siri adalah perempuan yang seharusnya sudah mulai bijak menata diri dengan lebih baik dan lebih mendengar sumbang saran dari keluarga.
Apalagi ketika Amalia yang cerdas itu sebentar lagi akan melahirkan anak hasil hubungan gelapnya dengan adik Dara bernama Arif. Permasalahan menjadi kian keruh karena semua orang seakan memojokkan Siri.
Pada akhirnya konflik awal yang berhulu antara dirinya dengan sang ibu yakni Amba, yang harus dibereskan terlebih dahulu sebelum menjalar ke masalah lain yang lebih penting.
Ulasan
Sejak didengung-dengungkan bahwa novel Kekasih Musim Gugur ini adalah bagian kepingan dari novel Amba, rasanya saya segera ingin memulai membacanya dengan ritual yang sama. Kisah yang dipaparkan barangkali berbeda dari Amba yang penuh dengan ungkapan kata seperti tahanan politik, Pulau Buru, komunis, orang-orang buangan dan lain sebagainya.
Namun, membaca novel yang menceritakan tentang Siri yang adalah anak hasil hubungan antara Amba dan Bhisma ini nyatanya membutuhkan pemikiran yang lebih rumit justru karena tidak adanya guncangan. Adakalanya ia hanya bermonolog dan membicarakan hal-hal yang remeh dan tanpa ada letupan. Seringnya adalah mempertanyakan hubungan antara dirinya dengan ibu. Sejujurnya tidak ada elemen kejutannya hingga di setengah perjalanan membaca saya.
Tapi aku masih mempunyai begitu banyak pertanyaan tentang hubunganku dengan ibu. Seperti apa sebenarnya hubungan itu? Mungkinkah Ibu sedikit cemburu terhadap kemampuanku bersikap sama dinginnya? Hal. 50
Hanya bayang-bayang
Adakalanya ia harus bersitegang dengan para promotor seninya, mantan sahabatnya, anak tirinya, dan mungkin semesta yang tidak mendukungnya. Memang benar novel ini berkisah tentang dua perempuan yang pernah bersahabat tetapi porsi terbesar tetap milik Siri yang kelihatan lebih menonjolkan ego dan bukan orang yang mudah untuk diajak kompromi.
Ada pun sosok ibu yang diwakili Amba sesungguhnya di novel ini hanya menjadi bayang-bayang dan pelengkap saja. Peran Amba sudah cukup banyak di novel sebelumnya sehingga ketika Siri tampil di novel ini, sebenarnya pembaca sangat menaruh harapan besar di setiap bab-babnya akan ada sesuatu yang menghebohkan yang mampu membuat kita terkejut.
Kisahnya sebenarnya tak lain soal Siri yang gundah, gamang, rapuh dan kurang menerima keadaan. Seorang seniman yang selalu berada di ruang seni dan tiba-tiba saja pameran tunggalnya diminta untuk dibatalkan karena perkara pornografi. Dan bagaimana ia harus melawan orang-orang yang menganggapnya keras kepala.
Kenapa kamu biarkan orang-orang picik itu mendiktemu tentang apa yang seni dan apa yang bukan? hal. 353
Menurut saya novel ini terlalu banyak pesan yang ingin disampaikan. Jargon-jargon politik masa lalu ditonjolkan dan dikemas dalam satu misi demi menghilangkan stigma. Kata-kata berat disisipi kritik sosial seperti pluralisme, idealisme, demo menentang pameran, dan sebagainya acapkali memaksa saya agak perlahan dalam menyimaknya. Apalagi plotnya yang terkesan biasa saja tanpa ada intrik seru rasanya agak membuyarkan harapan. Datar saja.
Luka batin
Dari keseluruhan novel ini satu hal yang cukup menarik adalah bahwa pengarang cukup lihai dalam mengolah seluruh konflik beserta keterkaitannya dengan semua segi. Masa lalu, pertemanan, persahabatan, Jerman, Jakarta, dan keluarga adalah poin-poin yang menjadi ujung tombak dan terus dieksplor hingga ke tuntas.
Membaca novel ini tak akan bisa lepas dari novel Amba. Tidak membandingkan secara frontal sih tapi sesungguhnya sulit untuk berjarak. Tak bisa dipungkiri bahwa Amba memang lebih kaya warna dalam mengantarkan gagasan tentang masa lalu yang hitam. Menarik dan berkesan. Sementara Siri seolah sibuk dengan Berlin dan kemonotonan hidupnya.
Bisa dibilang ini bukan bacaan ringan yang bila merujuk pada judulnya saja kita seakan dijanjikan oleh kisah yang berbau asmara. Kekasih Musim Gugur adalah novel tentang mempertanyakan luka batin yang masih tertoreh dengan konflik yang kian panas dan sederhana saja pemecahannya.
Pertemuan Siri dengan Arif yang mengaku dosa karena telah menghamili Amalia adalah klimaks yang sudah saya tunggu-tunggu dari serangkaian dialog dan masalah pelik yang membelit hidup para perempuan ini. Ibarat menonton drama, penonton membutuhkan katarsis agar dapat melangkah lagi dengan lebih baik.
Tidak ada komentar: