Belajar Memupuk Kesabaran Tingkat Tinggi dalam Cinta di Tengah Wabah Kolera

 

Love in the Time of Cholera-Cinta di Tengah Wabah Kolera
Gabriel Garcia Marquez
Rosemary Kesauly - Penerjemah
Gramedia Pustaka Utama, 640 halaman
iPusnas

 
 
Sinopsis
 
 
 
Dr. Juvenal Urbino terhenyak sekaligus terkejut mendapati lawannya bermain catur, Jeremiah de Saint-Amour telah meninggal. Sebagai dokter yang pernah merawatnya, ia akan memberikan penghormatan terakhir dengan menghadiri pemakaman sang pecatur.
 
Rumah tangga Dr. Urbino sendiri saat itu sangat harmonis karena meskipun istrinya Fermina tahu bahwa kadang suaminya pernah lupa diri, akhirnya toh ia akan tetap kembali pulang ke rumah. Kembali tidur di sampingnya dan saling menguatkan diri satu sama lain. 
 
Maka ketika suatu hari didapatinya sang dokter itu meninggal akibat gagal menangkap burung nuri yang berteriak-teriak di rumahnya, dunia Fermina terasa kosong.

Dr. Urbino mati tanpa Komuni, tanpa sempat bertobat atau mengucapkan selamat tinggal pada jam empat lewat tujuh menit pada hari Minggu Pentakosta. Memberikan Fermina Daza status baru sebagai janda dokter.
 
Florentino Ariza telah lama menanti pertemuan ini. Ini adalah perjumpaan bersejarah baginya untuk kembali merajut kasih dengan sosok wanita yang sangat ia puja, Fermina Daza. Selama lima dekade lebih lelaki ini selalu menunggu dan hanya Fermina seoranglah yang mampu membelenggu hati dan pikirannya hingga kini.
 
Pertemuan mengesankan itu sesungguhnya hanya dirasakan Florentino kala menatap pertama kalinya Fermina yang masih belia dan sedang berada di Ruang Jahit. Perjumpaan yang membekas itu membuat Florentino berniat mendekati Fermina. Meski awalnya kurang suka, lambat laun wanita itu luluh. Sejak itu mereka saling berkirim surat menyatakan hal-hal indah dan semu.
 
Ketika Fermina memutuskan menikah dengan Dr. Juvenal Urbino, ada rasa sedih diam-diam yang terus terpelihara hingga waktu yang cukup lama dalam diri Florentino Ariza. Kematian suami Fermina rupanya telah membuka jalan yang lebih lapang untuk kembali mendekati Fermina.


Ulasan
 

Setelah lama menanti, akhirnya saya kebagian juga untuk membaca novel terkenal ini dalam versi digital yang sudah diterjemahkan. Membacanya hanya membutuhkan waktu empat setengah hari saja. Terhitung kilat. Sebagian karena penasaran, sebagian karena novel ini mendunia dan peraih Nobel bidang kesusasteraan, sebagian lagi karena sudah difilmkan namun saya belum pernah menontonnya.

Betapa aku mencintaimu

 
Telah banyak yang mengulas dan menceritakan tentang kisah cinta ini. Kisah cinta? Apa benar ini soal kisah cinta? Yang saya tangkap dari novel setebal 600-an halaman ini adalah bukan kisah cinta antara sepasang kekasih yang sama-sama menggebu atau bucin, melainkan sisi lain dari hubungan antara Fermina dengan Florentino. Bukan pula tentang kisah cinta segitiga. Ceritanya tidak sesederhana itu.

Meskipun ada kata-kata 'Love'nya, namun sebenarnya hanya satu orang saja yang merasakan cinta itu. Bukan Florentino namun justru Dr. Urbino. Sesaat mendekati kematiannya ia masih sanggup berkata, "Hanya Tuhan yang tahu betapa aku mencintaimu." Frase yang bikin meleleh.

Mengapa bukan Florentino? Ini hanya perkara sudut pandang saja sih. Florentino hidup hanya dengan lembaran-lembaran surat yang ia bubuhkan lengkap dengan imajinasi, bayangan, khayalan tentang kehidupan masa depan tanpa pernah berinteraksi secara langsung dengan sang kekasih, Fermina.
 
Dan tanpa mengabaikan sikapnya yang teguh dan agak kaku, Dr. Urbino memiliki keistimewaan yang lebih tinggi. Seorang dokter yang mampu memberantas wabah kolera di wilayahnya dengan sangat metodis. Sebuah kepercayaan diri yang tinggi ditunjang oleh perannya yang mumpuni di tengah wabah kolera.

Perannya dalam mengelola sistem saluran pembuangan dengan pembuatan limbah-limbah dan membangun kanal pertama di kotanya membuat Dr. Urbino didapuk menjadi orang penting, bagian dari kelas atas yang terjamin hidupnya. Wanita mana yang akan menolak lamarannya? 
 

Mirip pandemi Covid19


Ketika sang dokter menyatakan cinta dan melamar Fermina, seketika pijar-pijar hati Florentino mulai redup. Terus terang, saya agak gregetan sekaligus salut dengan sikapnya yang tetap menulis surat kepada Fermina kendati ia tahu gadis itu sebentar lagi akan menjadi Nyonya Urbino.
 
Sebenarnya dalam drama cinta ini, epidemi kolera juga memiliki porsi yang besar. Tak hanya sebagai latar kisah asmara, wabah kolera yang ditampilkan berhasil memberi ilustrasi pada kita betapa di masa itu kematian telah menjadi momok yang menakutkan, mirip pandemi Covid19. Mengintai diantara jalinan kasih.

Kuburan yang ada di sekitar gereja semakin penuh dan tidak mampu menampung lonjakan jasad yang berdatangan. Hadirnya seorang dokter yang mengubah tatanan hidup kiranya menjadi pahlawan yang sangat dinantikan. Dan jasanya sungguh menjanjikan bagi Fermina akan kehidupan yang mapan dan tenang sebagai istri dokter.
 

Menampar pikiran

 
Alur kisahnya cukup mudah dicerna karena hanya ada tiga tokoh saja yang akan selalu hadir wira wiri dalam novel setebal 600-an halaman ini. Sisi psikologi yang diselami dari ketiganya pun termasuk cukup merata untuk diuraikan. Mulai dari masa kecil, masa muda, dewasa hingga tua.
 
Dan tokoh yang menarik bagi saya adalah Florentino yang begitu intens dalam memupuk rasa kasih, kesabaran dan juga penantian panjang pada seorang gadis. Pandangan salahnya tentang hidup yang terbuang serta gambaran masa depan yang suram serasa menampar pikiran yang membacanya.

Namun malam itu ia pertama kali melihat dengan sadar bahwa kehidupan Fermina Daza berlanjut terus, dan kehidupannya berlanjut terus, dan yang ia lakukan hanyalah menunggu. h. 362


Florentino adalah representasi diri kita yang sibuk menonton orang lain berjalan dan berlari mengejar matahari. Tanpa sadar kita hanya duduk di tempat tanpa melakukan apa pun. Tanpa sadar tahun telah berganti dan tidak bisa diputar ulang. 
 

 
 
Novel ini sangat detail dalam penceritaannya, ditunjang dengan narasi yang padat dan deskriptif meskipun minim dialog namun tidak melelahkan membacanya. Latarnya pun dibatasi pada rentang masa wabah kolera yang melanda negeri Kolombia Utara pada 1875-1924. Pengarangnya fasih dalam memberi gambaran pada masa itu sehingga pembaca mampu masuk dan merasakan suasananya.
 
Pada akhirnya meskipun saya merasa upaya Florentino akan sia-sia, kesabaran tingkat tinggi itu akhirnya terbayar tunai. Orang sabar disayang Tuhan. Bahkan semesta benar-benar mendukung, mewujudkan keinginan Florentino itu.




Belajar Memupuk Kesabaran Tingkat Tinggi dalam Cinta di Tengah Wabah Kolera Belajar Memupuk Kesabaran Tingkat Tinggi dalam Cinta di Tengah Wabah Kolera Reviewed by Erna Maryo on Juni 10, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.