Gadis Minimarket: Dedikasi Kerja Tanpa Henti

 

 
Convenience Store Woman-Gadis Minimarket
Sayaka Murata
Ninuk Sulistyawati - Penerjemah
Penerbit Gramedia Utama, 160 halaman
iPusnas
 
 
Sinopsis
 
 
Keiko Furukura telah bekerja di sebuah mini market selama 18 tahun. Sepanjang tahun itu ia setia menjalani sebagai pegawai paruh waktu dan sangat berdedikasi.  Hingga berusia 36 tahun Keiko masih melajang dan tidak berkeinginan untuk mencari pekerjaan yang lebih dari sekadar pegawai paruh waktu.

Saat bertemu dengan teman-teman SD nya, Keiko kerap merasa terpojok bila disodori pertanyaan seputar kapan menikah, mengapa masih bekerja paruh waktu, mengapa bekerja di minimarket, mana pacarnya, dan lain sebagainya.

Keluarga dan adiknya merasa prihatin dengan kesendiriannya sehingga ketika di apartemen Keiko ada laki-laki bernama Shiraha yang menumpang untuk tinggal sementara, mereka mengira Keiko mulai sadar untuk menjalani kehidupan selayaknya orang normal. 
 

Ulasan
 
 
Novel Jepang yang berjudul asli Konbini ningen ini seakan memberi sesuatu yang lain dari sekadar soal gadis yang bekerja di minimarket. Saat melihat novel ini hal yang paling menggelitik justru pada tipisnya buku ini dengan warna kuning yang menyolok mata. Menarik dan bikin penasaran.

Apa yang akan diceritakan oleh pengarangnya dan bagaimana buku ini mampu meninggalkan kesan yang mendalam dari sang gadis penjaga minimarket ini sesungguhnya bisa dilihat dari penampakan sampul muka buku ini. 
 
Sosok wanita yang loyal bekerja dan menikmati segala hiruk pikuk yang terjadi dalam minimarket pasti memberi sebentuk ruang yang melegakan bagi wanita semacam Keiko. Meskipun terlihat baik-baik saja rupanya jiwa dan perasaan Keiko sendirilah yang membuat kita merasa bahwa ia tak hanya sekadar gadis yang cukup mengetahui jenis buah dan bahan pangan mana saja yang akan promo bulan ini.

Di awal cerita kita akan merasa biasa saja dengan kehidupan Keiko yang datar namun sangat berdedikasi ini. Segalanya terpusat hanya dan demi minimarket. Tak ada yang akan menyangkalnya.
 

Sebagian besar unsur tubuhku berasal dari makanan-makanan minimarket, dan itu membuatku merasa seperti bagian dari toko, sama seperti rak barang atau mesin pembuat kopi yang ada di toko ini. H-28

 
Lambat laun kita akan temui bahwa ada persoalan diri yang menimpa jiwa Keiko yang tidak sederhana. Ia ingin dianggap sebagaimana orang normal dalam bersikap entah dalam mengambil keputusan atau bersosialisasi. Dan ini terasa menggelisahkan bagi orang yang benar-benar mengalaminya.

Keiko yang masih lajang terpaksa harus menerima pria lain masuk ke dalam kehidupannya agar dianggap telah memiliki seorang kekasih yang nantinya akan menjadi calon suaminya. Norma sosial di mana seorang wanita yang tidak bersuami harus segera berumah tangga memaksa Keiko menerapkan anggapan di masyarakat itu. Meskipun ia tak tahu mengapa harus ada wanita yang menikah?

Terus terang saya gemas dengan sikap Keiko yang membiarkan Shiraha menjadi benalu di apartemennya dan leluasa menyuruh atau meminta ini-itu pada gadis minimarket itu selama tinggal bersama.

Ide yang sederhana, diangkat dan diolah dengan mengaduk-aduk (sedikit) emosi tentunya telah menarik hati pembaca menjelang di paruh terakhir. Konflik yang muncul ternyata bukanlah yang berapi-api antara Keiko dengan Shiraha. Namun justru sikap adik Keiko yang iba terhadap perasaan Keiko. Adik yang ingin melihat kakaknya bisa menjalani hidup sesuai dengan standar norma masyarakat yang umum seperti menikah dan memiliki anak.
 
Alur cerita paralel dengan tokoh yang intens antara Keiko dengan Shiraha membuat pembaca mengira akan muncul huru hara atau konflik besar. Memang ada namun tak sampai sebegitu gemparnya. Penyelesaiannya biasa. Datar saja.

Di ujung cerita ini kita akan menyadari bahwa jiwa Keiko memang ditakdirkan untuk menyatu dengan hiruk pikuknya minimarket di mana ia bisa terjun langsung membereskan segala tetek bengeknya. Sebuah pengabdian tiada akhir.

Menurut saya kok ceritanya menggantung ya, seolah belum diselesaikan dengan tuntas. Shiraha yang meskipun menyebalkan namun ikut memberi akses dan peluang bagi Keiko untuk kembali menekuni pekerjaannya terdahulu. 
 
Secara keseluruhan saya suka dengan jalan ceritanya. Pengarang mampu menyuguhkan pemikiran sebagai seorang wanita yang harus sesuai dengan aturan yang normatif namun tidak terlalu kentara menonjolkan beban itu.
 
Uniknya, sisi sosiologi dan psikologi dari diri sang gadis minimarket ini bisa bersamaan kita dapati dari buku yang hanya setebal 200 halaman saja. Apa pun itu, kita bisa menangkap bahwa gadis minimarket adalah potret jiwa yang penuh dedikasi tanpa akhir.


 
Gadis Minimarket: Dedikasi Kerja Tanpa Henti Gadis Minimarket:  Dedikasi Kerja Tanpa Henti Reviewed by Erna Maryo on Juni 30, 2022 Rating: 5

2 komentar:

  1. Aku suka buku ini tuh karena mempertanyakan "kenormalan" itu tuh seperti apa dan buku Sayaka Murata ini tuh unik banget, pembahasannya unik dan gak biasa sama sekali. Tapi, jujur buku ini cukup bikin aku bosen sih pas baca mungkin karena agak berat ya makanya kurang cocok sama aku

    BalasHapus
  2. Sayaka Murata memang hadir dengan segala keunikan ceritanya. Itu yang menambah menarik sih.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.