Cerita tentang Represi dalam Novel 1984

 
 
 

 
1984
George Orwell 
Lulu Wijaya (Penerjemah)
Gramedia Pustaka Utama, 408 hal
iPusnas

Sinopsis

 

Winston Smith selalu menjalani hari-hari monotonnya bekerja sebagai staf khusus di gedung Kementerian Kebenaran yang bertugas menghapus berita yang beredar lalu menggantinya dengan berita yang disesuaikan dengan permintaan penguasa atau partai. Ia tinggal di sebuah apartemen sempit dengan salah satu dindingnya terpasang alat yang memonitor seluruh gerak-geriknya bernama Telescreen.

Meskipun nampaknya terkesan baik-baik saja, Winston sesungguhnya memendam rasa gerah dan keinginan untuk memberontak terhadap penguasa yang mengekang segala kegiatannya. Setiap saat ia selalu ingin bebas dan menentang segala kebijakan yang dijalankan penguasa salah satunya dengan mulai menulis buku harian untuk menumpahkan kegundahan hatinya.

Ketika berjumpa dengan Julia-sesama karyawan namun beda divisi, dunianya mendadak menjadi indah dan berwarna. Winston kerap pergi berdua dan menginap di lantai dua rumah Mr. Charrington. Ia tak sadar gerak-geriknya telah diawasi hingga akhirnya ditangkap dan diinterogasi. Jiwanya merana tanpa satu pun teman atau kerabat, apalagi keluarga yang menolongnya.
 

Ulasan



Sebuah novel klasik selalu menarik untuk diulik, entah melalui karakter tokohnya, latar ceritanya, pendekatan sosiologi atau psikologinya, semuanya pasti menarik. Terlebih bila kita tahu bahwa novel 1984 ini dibuat jauh sebelum peristiwa ini menjadi nyata. Makin menarik untuk dikaji lebih detail lagi bahwa ternyata isinya tak lekang oleh waktu.

Saya tadinya tidak terlalu tertarik membaca novel-novel klasik apalagi dengan tema yang harus mikir. Namun membaca 1984 seolah ada magnet yang menarik mata sehingga saya akhirnya tenggelam dalam bacaan ini dan menamatkannya dengan pola pikir yang baru.

Tidak banyak tokoh yang bermain di sini karena sesungguhnya yang paling ditonjolkan dari novel ini adalah kesan dari sebuah pemikiran dan bukan karakter. Kesan yang tertinggal paling lekat yakni peristiwa yang dialami Winston Smith yang ternyata terjadi juga di zaman ini (akhirnya).

Entah memang daya imajinasi George Orwell yang luar biasa tinggi, atau memang dirinya seorang visioner sehingga mampu menciptakan sebuah cerita tentang manusia yang diawasi terus menerus oleh sebuah layar monitor pada tahun 1984.
 

Tempat persembunyian


Novel distopia kadang seperti sulit dipahami dan mustahil terjadi di dunia nyata atau memang khayalan pengarangnya saja yang terlampau jauh dari jangkauan pikiran awam. Namun pengecualian untuk 1984 yang mampu menghadirkan sekelumit kehidupan di London dengan warganya yang terpasung dan terkungkung. 

Khayalan Orwell ternyata masih relevan dengan situasi sekarang alias terjadi juga di abad Millenium ini. Dapat kita bayangkan betapa ketakutannya bila orang yang bahkan berada di dalam rumah masih saja dimonitor oleh alat semacam Telescreen. Padahal rumah adalah tempat persembunyian paling aman, kan?
 
Tidak ada bedanya dengan situasi sekarang di mana setiap tingkah kita juga tak lepas dari rekaman CCTV yang memonitor dan merekam semua gerak-gerik kita. Dalam skala besar, aktivitas kita sendiri pun sudah diawasi oleh mesin.

Mesin bernama internet ini rupanya juga berperan sangat masif dalam pengembangan kepentingannya. Tanpa sadar kita telah digiring untuk bersedia menyaksikan semuanya yang dikuasai oleh kapitalis. Tanpa sadar kita terjerumus oleh algoritma dan dicekoki terus menerus dengan dagangan atau iklan mereka. Tak berbeda dengan Winston yang harus terus menerus menuruti perintah Partai untuk tunduk dan dilarang memberontak.
 

Tanpa pandang bulu


Pengekangan atau represi ini sesungguhnya tidak begitu kentara dan biasanya dilakukan dengan samar sehingga kebanyakan orang tidak sadar bahwa dirinya telah diberangus dan tak berdaya sesudahnya. Novel ini bertutur dengan sangat gamblang bahwa bila melawan apalagi memberontak,warga sekelas Winston pun akan ditangkap dan menjalani hukuma tanpa pandang bulu. Padahal Winston salah satu karyawan penting di Kementerian Kebenaran.
 
Sikap defensif apalagi menentang terang-terangan tak akan membawa hasil yang menyenangkan, akan sia-sia belaka. Kita mirip seperti Winston Smith yang diam-diam tak puas dengan segala kebijakan yang dijalankan penguasa. Bila ingin menggoreskan sebuah sejarah baru, bersiaplah untuk dihapus kembali. Dan akan dituliskan sesuai dengan versi penguasa.

Sejarah sudah berhenti. Tidak ada apa pun selain masa kini tanpa akhir, di mana Partai selalu benar. Tentu saja aku tahu masa lalu dipalsukan, tapi aku takkan pernah bisa membuktikannya...Hal 206

 

Sejarah dan pengekangan memang terkait erat. Setiap pengekangan selalu akan ditutupi dengan tulisan yang sengaja diciptakan. Pada akhirnya kita tak pernah tahu sejarah yang sebenarnya itu seperti apa. Sejarah yang lahir apakah hasil dari represi atau kompromi, kita tak pernah tahu.

 

Cerita tentang Represi dalam Novel 1984 Cerita tentang Represi dalam Novel 1984 Reviewed by Erna Maryo on Agustus 14, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.