The Ink Black Heart
Robert Galbraith (JK Rowling)
Penerjemah: Siska Yuanita
Gramedia Pustaka Utama, 1072 hal
iPusnas
Sinopsis
Meskipun Edie Ledwell bukan sosok perempuan yang menarik namun berkat idenya, kartun animasi berjudul The Ink Black Heart mampu menjadi tontonan yang menakjubkan bagi penggemarnya. Bersama dengan ko-kreatornya, Joshua Blay, keduanya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah pemakaman Highgate Cemetery. Edie tewas ditusuk pisau golok sementara rekannya meskipun hanya kena tikaman sedikit, namun tubuhnya menjadi lumpuh untuk beberapa lama.
Detektif Strike dan Robin awalnya tidak terlalu antusias dengan kabar itu namun setelah Allan Yeoman, Grant Ledwell -paman Edie serta Richard Elgar sang CEO Maverick film muncul dan memintanya untuk menyelidiki kematian Edie sekaligus mengungkap siapa dalang sesungguhnya dibalik sosok yang menyandang nama Anomie, keduanya mulai bergerak.
Mereka mulai mendekati orang dan teman-teman korban yang dicurigai diantaranya para pengisi suara kartun seperti Wally Cardew, Timothy Ashcroft bahkan pacar Edie yang bernama Phillip Ormond tak luput dari perhatian mengingat ia memiliki keterkaitan yang lebih dekat dengan si korban.
Kecurigaan diarahkan tak hanya kepada para seniman yang tergabung dalam wadah seni North Grove Art Collective, juga pada keluarga Upcott di mana sang ibu yang bernama Katya Upcott, sangat dekat dengan Josh Blay rekan korban.
Selain kartun ada pula permainan bernama Drek's Game yang isinya selalu mencemooh pribadi si pembuat kartun The Ink Black Heart, Edie Ledwell. Di sinilah Robin bisa berinteraksi dengan akun moderator misterius bernama Anomie yang jelas-jelas sangat membenci apa pun yang dilakukan Edie. Bahkan diduga kuat pembunuh Edie adalah Anomie.
Meskipun memiliki prasangka kuat, keduanya harus membuktikan siapa sebenarnya Anomie ini dengan terus menerus menyelidiki kaitan antara pemain pengisi suara kartun, mereka yang tinggal di Art Collective North Grove dan The Halvening-kelompok ekstrem kanan yang hendak mengail di air keruh.
Sementara itu, kehidupan pribadi kedua detektif ini juga diwarnai dugaan dan kekaguman satu sama lain ditingkah dengan jejak masa lalu yang terus membuntuti dan menimbulkan ketegangan. Robin Ellacott terkejut mendapati Strike telah berpacaran dengan Madeline dan pria timpang ini ternyata masih digilai mantan pacar paling rumitnya-Charlotte. Sebaliknya juga muncul kekaguman diam-diam yang dirasakan Strike atas koleganya yang semakin berani menantang bahaya dan cerdas dalam menganalisis suatu kasus.
Ulasan
Lama sekali akhirnya saya baru bisa membaca kisah dua orang detektif yang tersohor di kota London ini. Kangen sekali dengan segala aktivitas yang dilakukan Strike dan partnernya dalam mengejar pelaku berikut deduksinya. Saya paling suka bila mereka sudah mulai bergerak dan menyusuri tempat-tempat di sekitar London dengan kafe atau restoran yang dikunjungi untuk bertukar pikiran atau menemui seseorang yang kadang sangat mengejutkan di suatu tempat. Rasanya seru, hangat dan penuh petualangan.
Kali ini kasus yang disodorkan sangat menguras energi dan menantang. Bukan hanya satu dua kasus yang harus ditangani bersamaan namun lima! Dengan beberapa kasus ringan berupa pengintaian dan penguntitan, biro detektif ini berkenan menerima satu kasus lagi yang terkesan ringan namun sesungguhnya cukup memberi efek paling dahsyat dan melelahkan.
Tewasnya seorang kreator kartun The Ink Black Heart cukup menggegerkan bagi penggemar yang merasa pernah dan dekat dengan tontonan itu. Penyelidikan panjang dengan masing-masing individu yang saling terikat baik yang memiliki hubungan biasa maupun khusus telah memaksa Robin dan Strike serta keempat sub kontraktornya bekerja keras untuk memeras jumlah tersangka.
Lontaran kebencian
Novel ini sangat tebal karena pengarangnya memberi porsi lebih banyak dengan berlembar-lembar halaman untuk ruang percakapan (chat room) serta menunjukkan perilaku para moderatornya melalui chat-chatnya yang kasar dan vulgar. Hal itu seakan mengajak pembaca untuk ikut memprofilkan siapa sesungguhnya akun bernama Anomie dan benarkah dirinya yang kerap melontarkan nada kebencian itu juga berperan sebagai pembunuh Edie.
Membaca novel ini akan terasa betapa penyelidikan itu sangatlah melelahkan saking banyaknya individu yang harus dimonitor, diintai, dimata-matai hingga diwawancarai. Anehnya, ketika kita ikut dalam petualangannya, alih-alih bosan, saya seolah ikut larut dalam setiap kesempatan dan peristiwa yang dialami keduanya.
Jalan-jalan, mengobrol membahas kasus dan ikut merasa khawatir saat salah satu moderator mengenali tampang Robin yang sedang menyamar dan apesnya terekam dalam siaran televisi karena detektif perempuan ini menolong orang jatuh ke rel kereta api, adalah salah satu adegan yang menyenangkan.
Bumbu cerita
Kemampuan pengarang dalam mengolah cerita menjadi sangat penting terutama mengatur aneka irama cerita. Ada ritme santai ketika Strike dan Robin berkendara menuju kediaman tetirahnya Inigo Upcott yang berkendara bersama putranya Gus Upcott, ritme tegang dan deg-degan saat Robin yang sedang menyamar sebagai Venetia Hall mendekati Preston Pierce-si seniman yang kerap jadi model lukisan, adanya bom yang meledak di kantor, atau ketika perasaan Robin terluka mengetahui Strike punya kekasih lagi. Seluruhnya menjadi bumbu jalannya cerita untuk menjadi lebih seru dan makin panjang.
Novel yang terlalu tebal kadang terasa membosankan bila hanya satu saja yang difokuskan sementara sub tema lain menjadi sekadar pelengkap. Dalam The Ink Black Heart, pun nyaris ada kecenderungan seperti itu. Terlalu lama dan nyaman dalam menyelidiki tokoh si A atau si B, membuat saya sempat bertanya-tanya 'kapan kelarnya ini?' Apalagi berbagai petunjuk terasa mencerahkan namun semuanya menyesatkan.
"'Kalau kau menggali kuburan Edie, kau akan tahu siapa Anomie sebenarnya. Semua ada di surat'. Aku bilang, 'Ini siapa?' Lalu terdengar geram aneh dan telepon ditutup." (Hal 900)
Setiap sudah mendekati suatu etape keberhasilan dalam mengungkap sosok tersangka, selalu saja penyelidikan menjadi mentah lagi karena ternyata bukan dia pelakunya. Terus berulang seperti itu. Jangan salah, sampai di pertengahan halaman kita justru baru saja memasuki kisah yang paling utama di mana penyelidikan ini baru berjalan beberapa tahap.
Dan seiring perkembangan cerita, alurnya makin meliuk ke sana kemari seolah energi ini benar-benar dicurahkan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berpotensi untuk menjadi tertuduh. Novel ini tercatat memiliki lebih dari dua puluh tokoh yang satu persatu harus didekati dan diamati dengan saksama. Tak perlu heran karena memang inilah ciri dari pengarangnya yang selalu mengumbar banyak sekali karakter sebelum salah satunya ditetapkan sebagai tersangka utama.
Agak intimidatif
Saya baca novel ini di iPusnas selama kurang lebih tiga minggu dan itu sangat menantang karena selain harus mengingat nama-nama tokoh, ketebalan novel ini agak intimidatif awalnya. Namun setelah dibaca, ternyata jalan ceritanya tetap mengasyikkan dan terasa akrab apalagi menyaksikan kedua detektif ini yang saling mengagumi tanpa bisa mengungkapkan perasaannya. Wah, bikin gregetan dan manusiawi sekali.
Pengarang mampu memberi cakupan lebih tentang suatu peristiwa terutama yang sedang happening saat ini dikaitkan dengan dunia medsos yang mau tak mau tak bisa kita hindari kehadirannya. Tema tentang kartun, wadah seni, ruang percakapan baik melalui twitter atau DM menjadi sebuah keharusan untuk dimunculkan guna mendukung ide cerita.
Sudah pasti ada proses riset yang panjang untuk mewujudkan sebuah cerita seperti ini.Terasa betapa pengarang tak sekadar mencantumkan dialog yang terkadang mesum dan vulgar lewat chat room, namun kita diajak memahami bahwa ada sisi gelap dunia anak muda yang absurd, kurang dewasa dan rentan pelecehan.
Secara keseluruhan ini adalah novel yang next level di mana pembahasan tentang dunia anak muda yang militan serta ranah kreatif yang begitu rumit tersampaikan dengan gamblang dan wajar dengan polesan medsos yang brutal. Novel jilid ke-6 ini adalah yang paling tebal yang pernah saya baca dan sangat saya tunggu-tunggu kehadirannya mengingat teasernya yang bikin penasaran.
Alhasil, kematian Edie terkesan tidak terlalu istimewa namun penyelidikan yang tak kenal lelah agaknya menjadi sebuah proses panjang dan mampu memberi pernyataan bahwa nyawa yang hilang siapa pun itu harus ada yang bertanggung jawab. Dan saya sendiri tak pernah menyangka pelakunya adalah dia, sosok yang tak pernah diperhitungkan sama sekali apalagi disebut-sebut.
Tidak ada komentar: