Vermilion Rain: Hujan dan Halusinasi di Pulau Misterius

 


 
Vermilion Rain
Kai Elian
Gramedia Pustaka Utama,  296 hal
iPusnas
 

Sinopsis

 
Ketika Asayana Brahma ditugasi untuk merapat ke sebuah pulau di wilayah Timur, segera saja ia menjumpai keanehan di tempat itu. Desa Bokudi yang berada di lereng Gunung Morui itu ternyata telah diguyur hujan selama sembilan puluh hari tanpa pernah berhenti sekejap pun. Bersama sahabatnya Elang Langit, mereka berdua diberi mandat untuk mengevakuasi penduduk yang masih berdiam di desa itu karena kekhawatiran adanya longsor yang datang tiba-tiba.
 
Kedatangan mereka berdua di desa itu juga diiringi rekan-rekan yang lain seperti Wicky Simangunsong dari Basarnas, Dito Pati geolog, dan dokter Joselyn Eden, perwakilan dari Dinas Kesehatan setempat yang bahu membahu memiliki kepentingan yang sama untuk membujuk penduduk. Tak ketinggalan kepala desa setempat yang bernama Bayu yang ikut melakukan himbauan pada warganya. Asa yang mengira tugas itu akan berjalan lancar ternyata justru sebaliknya.

Belum ada sehari apalagi semalam di desa Bokudi, kejadian demi kejadian baik yang berbau mistis atau pun tidak, menghantui Asa yang sebelumnya sudah sering mengalami halusinasi. Satu per satu orang-orang yang ikut bersamanya ini terbunuh secara misterius. Ditambah lagi Asa berjumpa dengan sosok lain, sekujur tubuhnya putih dan bermata merah yang sayangnya semua orang tidak mempercayai penglihatannya.

Hingga ketika kesadaran akan adanya persekongkolan jahat dan kejam yang terjadi di desa ini muncul, ditambah pengkhianatan yang dilakukan oleh sahabatnya sendiri, Asa akhirnya harus bertarung mempertahankan dirinya yang masih diliputi halusinasi dan berjuang sendirian di tengah perahu yang terombang-ambing dengan ancaman buaya di bawahnya.


 Ulasan

 
 
 Awal membacanya memang tidak berharap terlalu banyak apalagi muluk-muluk terutama saat Asa mulai berangkat menuju pulau misterius dan berkenalan dengan para anggota tim penyelamat desa Bokudi.

Mulai di pertengahan cerita barulah rasa curiga ini merayap ke pikiran karena alih-alih menegangkan, jalan ceritanya menurut saya justru malah semakin bikin kepo dan menebak-nebak siapakah yang menjadi dalangnya.

Ide ceritanya keren, di mana soal iklim, mitos serta kejahatan lingkungan bisa berkelindan dalam ranah ekspedisi penyelamatan. Alur maju mundur dengan elemen kejiwaan berupa halusinasi yang diderita Asa makin membuat cerita ini makin tak terendus akan bagaimana akhirnya.

Kemasan ceritanya menarik dan seru terutama saat Asa berjibaku dengan pelaku di atas perahu yang penuh dengan buaya ganas, itu bikin deg-degan ditambah plot twistnya yang keren.

Para tokohnya cukup menantang dalam menciptakan kebingungan yang berakhir menyesatkan. Namun paling seru adalah memperhatikan karakter Asa yang sering halu kemudian tiba-tiba berubah menjadi heroik. Agaknya perubahan itulah yang menjadi unsur kejutan paling dominan.
 
Terus terang cerita ini memiliki alur yang bercabang-cabang dan seluruhnya meledak dalam satu rengkuhan saja seakan amunisi yang disimpan begitu banyak lalu dilemparkan pada saat yang tepat guna memberi efek kejut yang bertubi-tubi. Tidak ada waktu untuk jeda sejenak, karena berikutnya akan ada hal yang mengagetkan lainnya.

Membaca novel ini kita akan dibuat kewalahan oleh masuknya berbagai informasi yang secara bersamaan menyerbu ketenangan imajinasi yang sudah terbentuk seperti soal iklim dengan guyuran hujannya yang makin menambah misterius kejadian atau pembunuhan demi pembunuhan yang menimpa para tim ahli.
 
Kemudian diperparah lagi dengan kedatangan para polisi yang menyidik kejadian, warga asli di bawah kendali Khale Mosa yang meradang, anak-anak yang dikutuk dan bertingkah aneh dengan kaki yang berkelojotan, serta penyimpangan pabrik tambang dengan merkurinya. Semuanya terasa terlalu bertubi-tubi tanpa jeda datangnya.
 

Apa mungkin sebetulnya ada lebih banyak anak cacat yang lahir, tapi mereka...dibunuh? ( hal 55)

 

 Terkecoh

 
Jangan remehkan novel yang tipis ini karena tak dinyana di dalamnya penuh dengan kejutan-kejutan yang makin menambah seru kejadian terutama yang dialami sang pemburu bencana ini. Tokoh Asa juga sangat menarik untuk dikulik karena dirinya sendiri bukanlah sosok yang kuat tapi tidak juga lemah. Secara mental dan spiritual ia digambarkan sangat lemah dan selalu tidak berdaya dalam memisahkan antara fakta dengan halusinasi dari suatu peristiwa.

Saya terkecoh berkali-kali membaca novel ini namun yang paling seru manakala menyaksikan ucapan atau pun dialog antara Asa dengan istrinya yang intens baik saat di rumah atau sedang berkomunikasi via ponsel. Ternyata lelaki ini belum bisa lepas dari kenyataan bahwa istrinya telah tiada. Ia kerap bicara sendiri dan ngelantur.

Tokoh Asa yang di masa lalu lemah karena tergoda perempuan lain mati-matian membuktikan bahwa dirinya benar dalam menyodorkan analisisnya sekaligus mengungkap fakta dan dalang dari berbagai kekacauan yang melanda desa itu. 

Novel ini satu-satunya yang mampu membuat saya tidak bisa berhenti membaca karena kejadian demi kejadian susul menyusul seperti lapisan bawang yang dikupas satu per satu lalu terungkap semuanya. Tidak akan ada jeda sejenak untuk mencerna seluruhnya karena berbagai aspek dimasukkan nyaris beruntun guna menunjang ceritanya. Keterlibatan tokoh dan kemunculan pabrik yang nakal menambah kuatnya alur serta momen kejadian. 
 
Menurut saya novel inilah yang seharusnya menjadi juara kedua dari lomba menulis thriller GPU x GWP 2022 karena ada banyak segi yang ditonjolkan dan berat alias paketnya lengkap. Seluruh aspek dijejalkan namun tidak terasa kedodoran dalam cerita. Pengkhianatan dan halusinasi adalah sinergi yang aneh namun ternyata mampu membangkitkan tindakan heroik termasuk menolong sosok bocah bernama Aria.



Vermilion Rain: Hujan dan Halusinasi di Pulau Misterius Vermilion Rain: Hujan dan Halusinasi di Pulau Misterius Reviewed by Erna Maryo on September 26, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.