Surat Kematian (Death Notice #1)
Zhou Haohui
Gramedia Pustaka Utama, 344 hal
Simadu-Maca, Perpusda Subang
Sinopsis
Delapan belas tahun yang lalu seorang pembunuh yang menamakan dirinya sebagai Eumenides, telah membunuh seorang perwira tinggi kepolisian dan dua siswa akademi polisi dalam dua insiden yang berbeda. Kini, Eumenides kembali lagi dan menghilangkan nyawa seorang petinggi kepolisian bernama Opsir Zheng Haoming yang merupakan bagian dari gugus tugas 418 yang bertugas memburu Eumenides sendiri.
Sementara itu Kapten Reskrim provinsi Longzhou bernama Luo Fei berhasil memaksa Kapten Han Hao dari Reskrim Departemen Kepolisian Pusat untuk membentuk kembali satuan tugas yang khusus untuk menangkap Eumenides ini. Dalam penyelidikan yang berawal dari ledakan bom di pabrik kimia dan menewaskan salah satu sahabat Luo Fei,yakni Yuan Zhibang, terungkap bahwa ledakan bom yang terjadi memiliki jeda 2 menit yang nampaknya menjadi sangat krusial bagi Luo dan menerbitkan kecurigaan akan siapa sesungguhnya sosok dibalik Eumenides ini.
Dalam perkembangannya, Eumenides kerap mengirimkan Surat Kematian berisi data calon korban yang akan jadi sasaran pembunuhan tersebut. Setiap pemberitahuan itu mulai terendus oleh polisi, selalu saja aparat kalah cepat dan salah langkah. Korban sudah telanjur dieksekusi. Sebagian besar korban adalah para pelaku kejahatan yang melakukan tindakan kriminal di masa lalu. Eumenides selalu berhasil mengeksekusi mereka dengan dingin.
Data korban yang tercantum dalam Surat Kematian membeberkan nama dan kejahatan yang dilakukan korban. Salah satunya adalah Deng Hua yang mati-matian harus dijaga dan dikawal banyak polisi yang pada akhirnya toh tewas juga dengan akal-akalan permainan psikologi yang mengejutkan antara Kapten Han Hao dengan pembunuh cerdik ini.
Ulasan
Novel drama tentang dunia kepolisian rasanya
masih jarang diceritakan. Biasanya unsur polisi hanya sekadar tempelan dari sebuah cerita. Namun berbeda dalam Surat Kematian #1, polisi dibedah dengan begitu
detail sekaligus pongah dalam memecahkan sebuah kasus yang mengendap
selama 18 tahun. Sekelompok individu polisi yang tergabung dalam satgas
penyelidikan kasus berkode 418 bertekad untuk menangkap pelaku yang
bersembunyi di balik nama Eumenides.
Serangkaian taktik yang dilancarkan tumpul seketika dan korban terus saja berjatuhan. Kapten Han Hao adalah sosok penuh dilematis namun Luo Fei adalah satu-satunya polisi yang paling paham dan menyadari bahwa di balik aksi Eumenides ini ada sosok lain yang ia kenali, yang telah mengubah waktu ledakan bom di pabrik kimia itu menjadi jeda 2 menit.
Alurnya sangat rapi, dramatis dan membuat siapa pun takkan mengira dialah yang selama ini menggerakkan aksi penghakiman lewat Surat Kematian. Seru dan plot twistnya keren.
Serangkaian taktik yang dilancarkan tumpul seketika dan korban terus saja berjatuhan. Kapten Han Hao adalah sosok penuh dilematis namun Luo Fei adalah satu-satunya polisi yang paling paham dan menyadari bahwa di balik aksi Eumenides ini ada sosok lain yang ia kenali, yang telah mengubah waktu ledakan bom di pabrik kimia itu menjadi jeda 2 menit.
Alurnya sangat rapi, dramatis dan membuat siapa pun takkan mengira dialah yang selama ini menggerakkan aksi penghakiman lewat Surat Kematian. Seru dan plot twistnya keren.
Dalam novel ini tak hanya melulu membicarakan tentang taktik antara kepolisian yang tumpul dengan pembunuh yang pintar, namun juga sisi hukum dan psikologi dari polisi yang berada dalam rentetan kasus ini. Luo Fei yang sedih dan tertekan manakala mengetahui kekasihnya tewas dalam ledakan bom kimia ditambah sahabatnya juga turut melayang nyawanya tak lepas dari rasa benci dan amarah akan kelihaian pembunuh dalam menghabisi korban dan menghindari sergapan polisi.
Apalagi ternyata semua korban pembunuhan itu bukanlah sosok yang bersih. Ada yang licik, korup, bahkan manipulatif dalam penyuapan dan sogokan di masa hidup mereka. Peran Eumenides yang menghukum para pelaku ini terkesan memberantas dan membantu kerja polisi namun kita tahu bukan begitu caranya.
Hukum tidak mampu menjerat semua kejahatan. Orang-orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh bisa melanggar hukum kapan pun mereka mau, dan hukum tidak bisa menyentuh orang-orang yang bersembunyi di balik bayang-bayang (hal 292).
Keresahan Eumenides yang disuarakan akan ketidakadilan dalam hukum begitu jelas saat Deng Hua yang pernah menyelam dalam kejahatan dan menjadi informasn polisi akhirnya turut menjadi korban berikutnya. Adegan saat terbunuhnya Deng Hua ini menjadi puncak penghilangan nyawa paling dramatis, di mana Eumenides mempermainkan pikiran Kapten Han Hao yang menerima telepon dari pembunuh dan ketika dihubungi balik dering ponsel berasal dari si pengawal Deng Hua berkemeja merah.
Kontan saja Kapten Hao menembak si "kemeja merah" yang disangka adalah sang pembunuh. Malangnya justru sang kemeja merah adalah Deng Hua sendiri yang selalu menyamar sebagai pengawal yang berkamuflase guna menghindari incaran pembunuhan. Nasi telah menjadi bubur, Kapten Han Hao termakan permainan Eumenides dan Deng Hua tereksekusi lewat tangan dirinya. Epik sekali bukan?
Para tokohnya sangat kuat berperan. Kinerja kepolisian dengan borok-boroknya terungkap dengan gamblang di sini. Kedua kapten baik Luo Fei dan Han Hao sama-sama ngotot dengan hasil investigasinya dan ini mencerminkan bahwa situasi dalam markas selalu diliputi hawa panas. Kerja polisi memang sangat keras karena ada tuntutan untuk menangkap penjahat secepatnya.
Pengarang sangat lihai dalam menyuguhkan permainan kucing-kucingan antara polisi dengan pembunuh sehingga membacanya dijamin kita akan selalu terperangah oleh metode pemikiran yang diciptakan oleh sang pembunuh.
Sampai di akhir cerita kita masih akan dibayang-bayangi oleh kepiawaian Eumenides dalam menyusun Surat Kematian dengan data calon korbannya yang sangat akurat dan tepat sasaran. Menggantung, memang. Novel ini masih harus bersambung ke bagian keduanya.
Tidak ada komentar: