1890
Ayu Dewi
Gramedia Pustaka Utama, 280 hal
IPusSulteng
Sinopsis
Sebagai putra Raden Ngabehi, bangsawan dan tuan tanah perkebunan tebu yang berada di Tulangan, Jawa Timur, hidup Pamungkas sangat tenteram. Apalagi dirinya telah diproyeksikan sebagai pengganti sang Ayah nantinya. Namun malapetaka datang ketika tiba-tiba terjadi kerusuhan di ladang tebu, menewaskan kakak tercintanya yang menderita cacat serta ayahnya yang menjadi korban, dan justru dijebloskan ke penjara oleh Belanda.
Bertahun-tahun memendam perasaan masygul dan rasa bersalah yang besar mendorong Pamungkas menyelidiki sendiri siapa dalang kerusuhan tebu yang terjadi pada 1873. Melalui tugas kewartawanan pada media Soerabajasch Handelsblad, Pam menemui saksi mata kunci di Semarang.
Sementara itu di tempat lain, Raden Utari yang tumbuh sebagai gadis yang haus akan pengetahuan diam-diam mengetahui bahwa ayahnya, Raden Soerjo pemilik pabrik gula Sudi Makmur adalah sosok yang terjepit di antara kepentingan pribumi dan Belanda. Gadis ini alih-alih tunduk pada setiap aturan, justru belajar menembak pada Baskara, pemuda yang sebelumnya akan ditunangkan dengan dirinya.
Pertemuannya dengan Pam dan rasa cintanya yang besar pada lelaki itu memaksanya memberi hukuman pada Pieter Van Rees yang sedang menghadiri pesta yang diadakan di pendopo rumahnya.
Tanpa pernah ia sadari, ada penembak lain yang rupanya juga mengincar pengusaha Belanda ini dan bersedia menanggung risiko menjadi pelaku penembakan yang sebenarnya.
Ulasan
Fiksi sejarah ringan yang dengan mengaitkan
kisah asmara, daya tariknya menjadi lebih kuat terutama oleh kesulitan-kesulitan yang akan
selalu dihadapi dan terjadi di masa Hindia Belanda kala bangsawan Jawa
begitu berpengaruh pada 1890, serta terjebak di tengah pusaran muslihat
yang dijalankan Belanda.
Pamungkas yang memiliki ingatan masa menyedihkan akibat fitnah keji dan permainan tipu daya yang dihadapi keluarganya, berjumpa dengan putri bangsawan bernama Utari yang memiliki masa depan cerah. Masa kolonial dengan sengketa keberadaan pabrik gula milik sang ayah Raden Ngabehi yang pernah direbut paksa oleh Raden Soerjo-ayah Utari, memantik luka lama dan dendam kesumat di hati Pam.
Alur ceritanya mengalir menyisakan jejak-jejak dendam yang terakumulasi dipoles oleh konfliknya yang halus tapi meletup. Pertemuan Pam dengan Jan Overtraten-sang pewarta yang menulis kerusuhan di ladang tebu pada 1873 di Semarang makin menggali luka dan menjadi puncak konflik pertama. Dan situasi ini menurut saya begitu sesak, di mana puncak kesedihan sekaligus ketidakberdayaan bagi kedua pewarta ini begitu hebatnya terjadi tanpa bisa dicegah.
Pamungkas yang memiliki ingatan masa menyedihkan akibat fitnah keji dan permainan tipu daya yang dihadapi keluarganya, berjumpa dengan putri bangsawan bernama Utari yang memiliki masa depan cerah. Masa kolonial dengan sengketa keberadaan pabrik gula milik sang ayah Raden Ngabehi yang pernah direbut paksa oleh Raden Soerjo-ayah Utari, memantik luka lama dan dendam kesumat di hati Pam.
Alur ceritanya mengalir menyisakan jejak-jejak dendam yang terakumulasi dipoles oleh konfliknya yang halus tapi meletup. Pertemuan Pam dengan Jan Overtraten-sang pewarta yang menulis kerusuhan di ladang tebu pada 1873 di Semarang makin menggali luka dan menjadi puncak konflik pertama. Dan situasi ini menurut saya begitu sesak, di mana puncak kesedihan sekaligus ketidakberdayaan bagi kedua pewarta ini begitu hebatnya terjadi tanpa bisa dicegah.
Lalu, tak hanya Pam saja yang mengalami segala kesedihan, pembaca diberikan kejutan yang lebih dahsyat di mana sekonyong-konyong tokoh Utari yang justru akan mengambil tindakan besar, menembak musuh lama Pam. Di sini kisah makin tak tertebak akan bagaimana akhirnya kecuali rasa penasaran menuntun kita dan menamatkan bacaan. Puncak konflik kedua ini lumayan memberi keseruan dan juga plot twist.
Aku tak seberani itu. Tetapi bukankah nyawa harus dibayar nyawa? Bukankah orang itu telah menyebabkan keluarga Mas Pam, juga mengancam ayahku hingga bertahun ia tak dapat tidur tenang dan dirundung kesedihan? ( hal 240)
Karakter
tokoh utama di awal terkesan datar, namun mendekati detik akhir
semuanya menemukan katarsisnya. Justru tokoh pendukung seperti Raras,
Suminah, Isaac maupun Baskaralah yang menjadi pemegang kendali
keseluruhan akhir cerita.
Secara keseluruhan novel ini bagus dan enak dibaca. Segala hal yang berbau kolonial ditonjolkan sedikit demi sedikit mengacu pada judul atau tahun berlangsungnya peristiwa. Kendati fiksi, riset sangat perlu dilakukan demi menunjang kelancaran cerita. Karakter yang fiktif namun mampu memberi dampak yang besar tentu saja dibutuhkan dan saya rasa semua tokoh di dalam novel ini begitu nyata dan berhasil menghidupkan cerita, ditunjang oleh latar tempatnya.
Tidak ada komentar: