Tanjung Kemarau: Potret Aneka Konflik di Tanah Madura

 

 
Tanjung Kemarau
Royyan Julian
Gramedia Widiasarana Indonesia, 262 hal
iPusnas 
 

 Sinopsis



Adalah Walid yang terpaksa kembali ke kampung halamannya yang sedang kemarau, Madura, setelah dikecewakan oleh perempuan lain, di Yogyakarta. Alih-alih membuka cakrawala pikiran, Walid yang seorang guru mengaji ini justru terjerumus ke dalam konfllik politik yang sengaja ditebarkan oleh Ra Amir, calon kades yang ingin menghalalkan segala cara untuk merebut kemenangannya.
 
Parahnya selain sebagai tim sukses, Walid pun ternyata bermain api dengan Ria, seorang biduan dangdut sekaligus istri seorang bajing terkenal bernama Gopar yang telah bertobat dari dunia hitam dan kini menjadi murid kesayangan Haji Badruddin, pendiri Tarekat Nabi Kesturi.
 
Walid yang sesungguhnya masih mencintai Risti kekasihnya di Yogyakarta terpaksa mengiyakan perintah Ra Amir untuk membujuk Nyai Rasera, seorang tokoh wanita yang ditakuti warga desa sekaligus dijuluki sebagai penyihir karena mampu meramalkan dan mendatangkan petaka, agar  bersedia pindah dari hutan bakau miliknya.
 
Dalam sebuah pengajian yang diadakan oleh Haji Badruddin, tiba-tiba datang sekelompok orang yang berupaya mengacau dan menebarkan isu miring tentang kegiatan Tarekat. Bujukan Walid terhadap Nyai Rasera agar keluar dari hutan bakau pun rupanya tak mempan. 

Walid yang telah patah arang dengan segala upaya yang mental demi mendongkrak kemenangan Ra Amir dan ketakutan karena telah berhubungan dengan Ria akhirnya memilih pergi melarikan diri. Dibantu sahabat yang mencintainya, Kholid, Walid tiba kembali ke pelukan Ristri.
 
 

Ulasan

 
Saya tak sengaja meminjam dan membaca novel ini dan langsung terperangah oleh bobot ceritanya yang penuh dengan berbagai macam misi dan pesan, terselip ke dalam novel yang tidak tebal tapi juga tidak terlalu tipis ini. 

Kisah yang menghadirkan kegamangan pikiran dengan latar pedesaan atau dusun selalu mengundang konflik tajam di antara para warganya. Apalagi bila dibumbui oleh aneka persoalan yang terakumulasi sehingga melahirkan kekisruhan besar dan memancing konfrontasi.

Betapa warga desa yang lugu dan polos begitu mudah tersulut oleh hasutan seseorang dan mampu membakar jiwa yang sesungguhnya masih murni oleh keguyuban antar sesama. Konspirasi ala dusun menjadi hal yang aneh namun nyata adanya.
 
Tokoh-tokohnya memiliki peran kunci yang menarik untuk ditelisik meski Walidlah yang menjadi sumber segala keresahan dan pikiran serta pertikaian di wilayah dusun itu. Seakan ketika Walid singgah masalah muncul, namun begitu Walid pergi persoalan mendadak sirna semuanya.

Banyak sekali isu yang ingin ditampilkan oleh pengarangnya seperti penyelamatan hutan bakau, konflik agama, konspirasi politik, perselingkuhan, asmara, LGBT, serta CLBK. Terlalu komplet dan terkesan harus terliput seluruhnya namun karena semuanya berebut untuk ditonjolkan akhirnya kita hanya menyimaknya dalam sekejap-sekejap saja tanpa ada penyelesaian satu per satu yang memuaskan.
 

Suatu kali, setelah Walid mengenal Nyai Rasera, ia tahu mengapa rumah itu menghadap utara. Agar perempuan itu dapat melihat tanda-tanda bencana. "Sebab segala petaka datang dari arah utara," katanya (hal 24)


Setiap konflik seakan menyisakan pertanyaan yang kurang tuntas apalagi ketika mitos tentang Nyai Rasera diangkat begitu gencar dan tokoh ini tiba-tiba menghilang. Satu-satunya yang melegakan adalah ketika pelaku konspirasi yang menyerbu tarekat Haji Badruddin akhirnya tertangkap.

Yang bikin penasaran akhirnya bagaimana nasib Ra Amir selanjutnya? Novel singkat yang apik dan penuh perenungan akan hutan bakau dan kelangsungan pantai di pulau Madura ini menarik dan seru. Cerita lokal yang sangat kental dengan aura pedesaan mengingatkan saya pada kisah semacam Jatisaba atau karya-karya Ahmad Tohari. Bahkan absurditasnya yang diwakili oleh kelelawar yang menyusu pada Nyai Rasera mirip dengan cerita milik Ayu Utami.
 
Saya suka dengan pendekatan lokal semacam ini, namun tema yang diangkat cenderung biasa dan sudah banyak yang menulisnya. Akhir cerita yang menggantung mungkin merupakan keputusan yang tepat sejauh ini.
 
Tanjung Kemarau: Potret Aneka Konflik di Tanah Madura Tanjung Kemarau: Potret Aneka Konflik di Tanah Madura Reviewed by Erna Maryo on Februari 20, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.