Tragedi Pedang Keadilan: Ke manakah Hukum dan Keadilan Itu Menyasar?

 

 
Tragedi Pedang Keadilan
Keigo Higashino
Faira Ammadea-alih bahasa
Gramedia Pustaka Utama (464 hal)
Simadu-Maca

 

Sinopsis

 
 
Nagamine gelisah bukan main menanti kehadiran Ema yang tak kunjung tiba di rumah. Putrinya pamit untuk pergi menonton acara Festival Kembang Api bersama teman-temannya. Berbagai gambaran menakutkan menghiasi pikiran Nagamine yang telah lama ditinggal mati ibunya Ema. Ia cemas kalau-kalau Ema menemui kesulitan dalam perjalanan pulang.

Sementara itu ketiga remaja putus sekolah SMA bernama Nakai Makoto, Atsuya dan Kaiji Sugano merencanakan sebuah niat jahat yakni menculik cewek untuk diajak bersenang-senang. Bahkan untuk memuluskan rencananya Kaiji sampai menyiapkan kloroform untuk membius cewek yang ditemui sementara Atsuya pun melengkapi diri dengan kamera digital dan video yang nantinya dipakai untuk mengancam dan memeras korban.
 
Ketika Nagamine menerima kabar bahwa putrinya tewas di tangan trio remaja itu dan ditemukan mengapung dalam kondisi tanpa busana di hilir sungai Arakawa, hal yang dilakukan selanjutnya adalah mengejar ketiga remaja itu. Berkat telepon misterius, Nagamine berhasil membunuh Atsuya di apartemennya. Perasaan Nagamine makin hancur ketika menyaksikan video yang menayangkan putrinya sedang dilecehkan semena-mena.  
 
Terbunuhnya Atsuya memaksa Nagamine pergi sekaligus mengejar pelaku lainnya yakni Kaiji Sugano yang kabarnya tengah bersembunyi di Prefektur Nagano. Dalam pelariannya Nagamine berjumpa dengan Wakako, wanita anak pemilik penginapan yang bersimpati dengan keadaan Nagamine dan menawarkan apartemennya untuk persembunyian sementara guna menghindari kejaran polisi.

Sementara itu pihak kepolisian pun ikut bekerja keras dengan mengerahkan para detektifnya untuk melacak keberadaan Sugano. Detektif veteran Mano yang dibantu detektif Hisatsuka dan Oribe Takashi bahu membahu melancarkan jebakan agar Sugano tertangkap dengan memanfaatkan Makoto, salah satu pentolan remaja nakal tersebut. Namun rencana penangkapan itu pun meleset dari perkiraan.
 
 

 Ulasan

 
 
Membaca novel Keigo yang ini sebenarnya penuh dengan rasa ekspektasi yang tinggi ketimbang sekadar tahu jalan ceritanya saja. Ada maksud-maksud tersembunyi yang kadang bisa dikatakan bahwa isu semacam itu sudah sering diungkapkan. Awalnya sebenarnya saya merasa novel ini terlalu biasa untuk seorang Keigo yang telah mampu menelurkan karya hitsnya yang berjudul Keajaiban Toko Kelontong Namiya, namun makin ke dalam, makin saya paham bahwa ternyata ada pesan yang harus disampaikan.
 
Alurnya sangat sederhana tanpa ada tokoh lain yang menjadi pembanding dan nyaris tidak ada konflik yang menonjol. Hanya ada Nagamine yang menjadi superhero dalam membalaskan dendamnya atas kematian putrinya. Aksi yang dilakukan terbilang senyap, diam-diam, cenderung kalem. Tidak lebih, begitu saja. 

Pembahasan yang lebih serius justru muncul di kalangan para detektif yang mempertanyakan rasa keadilan serta sistem hukum yang timpang dan lebih membela para pelaku yang berada di balik tameng status masih di bawah umur dan berujung tak bisa dijatuhi hukuman yang lebih berat.
 
Isu penting semacam ini sudah lama menjadi bahan pembicaraan di negara kita dan membaca novel ini akhirnya kita pun tahu bahwa Jepang secara tidak langsung ikut resah pula dengan ketentuan hukum anak di bawah umur.
 
Secara alur cerita, kisahnya rada lamban menurut saya. Bahkan kalau boleh jujur saya selesaikan novel ini semata-mata hanya ingin tahu bagaimana nasib Sugano akhirnya. Dan memang sesuai yang saya prediksi. Tidak ada yang menang atau kalah. Yang kita saksikan justru luka hati kedua sosok ayah yang harus kehilangan para putri kesayangannya dan hukum yang tidak berpihak secara adil terutama pada Nagamine.
 

Anda benar. Sebenarnya yang saya harapkan adalah Nagamine-san berhasil membalaskan dendamnya pada Sugano (hal 292).

 
Melalui suara hati detektif yang mengusut kasus tindakan pemerkosaan dan pembunuhan Ema ini kita sadar bahwa diri kita hanyalah manusia biasa yang memiliki batas. Para detektif hanya menjalankan kewajibannya dan menaati peraturan, namun bagaimana dengan keluarga korban? Akankah bisa mengambil tindakan sendiri dengan mengabaikan rambu-rambu hukum? Dilematis sekali dan kita hanya bisa melihat tindakan Nagamine yang sedih berkepanjangan lalu bangkit untuk membalas.
 
Sesungguhnya kendati perlahan, novel ini bergerak untuk membuka mata dan menyodorkan fakta dengan cepat. Nurani dan hukum yang dikombinasikan dengan akal sehat seharusnya menjadi pilar keadilan yang sebaik-baiknya. Sebuah novel yang pahit namun nyata adanya.
 

Tragedi Pedang Keadilan: Ke manakah Hukum dan Keadilan Itu Menyasar? Tragedi Pedang Keadilan: Ke manakah Hukum dan Keadilan Itu Menyasar? Reviewed by Erna Maryo on Februari 15, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.