Emosi Gadis yang Bertahan Hidup dalam The War that Save My Life & The War I Finally Won

 

 
The War that Save My Life (Buku #1-256 hal)
The War I Finally Won (Buku #2-324 hal)
Penerjemah Maicel Andrea dan Yahdiani Hakim
Kimberly Brubaker Bradley
Elex Media Komputindo
iPusnas
 

 Sinopsis

 

Ada Maria Smith dan adiknya terpaksa harus mengungsi ke suatu wilayah pedesaan di Kent akibat akan adanya berita pengeboman yang menyerang kota London. Di desa mereka diasuh oleh Susan Smith yang memiliki kuda poni bernama Butter. Awalnya tinggal bersama Susan sangat sulit dan perlu adaptasi lama. 
 
Keceriaan yang untuk pertama kalinya merekah dalam hidup mereka bertiga tiba-tiba meredup ketika Mam menjemput Ada dan Jamie untuk kembali ke London. Selama masa perang 1939, Ada yang kakinya pekuk terpaksa hidup di ruangan sempit lantai tiga di atas sebuah bar di London dan harus puas terkurung di dalamnya sementara Mam terus menerus merundung dan melecehkan keberadaan Ada. 
 
Ketika kota London benar-benar luluh lantak oleh pengeboman, Ada Smith dan Jamie kembali ke desa lagi dan menemukan pondok Susan pun telah rusak terkena bom Jerman. Lady Thorton akhirnya meminjamkan rumah bekas pengawas hutan untuk ditempati mereka bertiga. 
 
Dalam waktu yang tak lama rumah pemberian itu makin semarak karena mendadak Lady Thorton ikut tinggal bersama mereka. Dan yang mengejutkan ternyata seorang gadis Jerman bernama Ruth ikut pula menetap di sana. Ruth adalah gadis yahudi Jerman yang sedang belajar guna melanjutkan studinya ke Oxford dan Susan berkepentingan untuk mengajari gadis itu. 
 
Seiring waktu berjalan, hubungan yang awalnya dingin di antara kedua gadis -Ada dan Ruth seketika mencair akibat ketertarikan mereka berdua pada kuda. Kendati selalu dilarang oleh Lady Thorton, mereka tetap berkuda dan menikmati suasana pedesaan pada masa perang dunia II itu. 
 
Berbagai peristiwa mereka lalui bersama baik suka maupun duka selama tinggal bersama. Saat Natal atau ketika panen kentang lalu menerima upah serta ketika kuda milik Jonathan bernama Oban terserang kolik. Kesemuanya adalah kenangan yang tak terlupakan dan menjadikan persahabatan Ada dan Ruth makin lekat dan berkesan. 
 
Tentu saja jangan lupakan peran Maggie putri satu-satunya Lady Thorton yang pertama kali memperkenalkan kuda pada Ada dan menjadi teman paling dirindukan bagi gadis yang selalu hidup dilecehkan oleh ibunya sendiri saat hidup di London. 
 
 

 Ulasan

 
Sangat mengesankan membaca kedua novel ini. Semakin larut dalam pesona yang ditawarkan oleh pengarangnya, semakin tak bisa lepas untuk selalu mengulang-ulang kisah yang tertuang di dalam novel ini. 
 
Tadinya saya kira ini hanya sekadar cerita ringan tentang gadis kecil di tengah peperangan yang sedang melanda dunia pada 1939. Namun makin membacanya, makin ikut hanyut oleh berbagai kasih sayang yang bertebaran di cerita ini. 
 
Dua novel yang rilis dengan jeda tahun yang tak lama ini tidaklah membuat kisahnya terasa aneh. Sebaliknya cerita kian bersambung dengan mulusnya dan memberi gambaran kasih sayang yang makin tebal ditularkan lewat sebuah rumah sewa milik Lady Thorton. Gambaran kasih sayang sangat kental diperlihatkan lewat tokoh bernama Susan Smith yang tetap menyayangi Ada Smith, gadis yang terpelanting emosinya akibat perundungan dan pelecehan dari ibu kandungnya sendiri. 
 
Apa yang bisa diambil dari sebuah fiksi sejarah kali ini adalah bahwa anak-anak meskipun hidup di tengah peperangan, tetaplah anak-anak yang mendambakan hati yang riang, persahabatan, pelukan kasih juga kendali emosi yang stabil.
 

 Tak bisa melawan nasib

 
Dalam novel ini kita akan melihat perkembangan emosi Ada Smith yang selalu menolak dan marah terhadap lingkungan barunya setelah terpaksa mengungsi ke pedesaan. Luka-luka yang ia bawa serta cacat fisik dari kaki pekuknya membuatnya tak bisa melawan nasib selain hanya berkata sinis dan memarahi adiknya Jamie agar tidak terlalu dekat dengan Susan. 
 
Di novel pertama yang berjudul The War that Save My Life, konflik yang muncul selalu berpusat pada pribadi Ada Smith yang belum bisa menerima segala perubahan apalagi beradaptasi untuk tinggal bersama orang lain, tinggal dalam gubuk perlindungan maupun bersikap lunak pada Susan atau orang-orang dewasa lainnya terutama terhadap Lady Thorton. 
 
Keresahan hatinya ia luapkan dengan berkuda dan berteman dengan Maggie, gadis yang seumuran dengannya dan kebetulan putri Lady Thorton penghuni Thorton House serta pemilik istal kuda paling kaya di desa itu. 
 
Di bagian ini hati Ada yang panas dan keras perlahan mulai mencair manakala mengetahui bahwa Susan akan mengoperasi kaki pekuknya dan berjanji kakinya akan normal kembali. Ya, di sini konflik antara Ada Smith dan Susan tidak terlalu meruncing karena anak-anak bagaimana pun keras kepalanya mereka, yang dewasa sebaiknya memang merangkul dan meredakan keresahan. 
 
Kisah di buku pertama ditutup dengan kembalinya kakak beradik Ada Smith dan Jamie ke desa setelah London mulai dibombardir Jerman. Pada saat bersamaan Susan pun juga ingin menjemput kedua bocah itu. Malangnya saat telah sampai di desa, mereka bertiga mendapati rumah Susan telah luluh lantak diterjang bom Jerman. Seandainya Susan tidak pergi menjemput mereka ke stasiun, barangkali ceritanya akan lain. 
 

 "Beruntung sekali aku pergi mencari kalian," ujarnya. "Kalian sudah menyelamatkan hidupku". Hal. 247 (Buku #1)

 
 
 
Pengarang mampu melukiskan warna-warni emosi yang bergejolak dalam diri Ada dikungkungi oleh kondisi perang yang serba terbatas. Dalam novel kedua The War I Finally Won konflik yang ditimbulkan makin mencuat dan seru. 
 
Perasaan tertekan, tak ingin menerima kebaikan dari orang lain, merasa kesal dan benci adalah kumpulan hasil dari asuhan yang salah yang pernah diterima Ada dari ibu kandungnya. Ketika akhirnya Mam tewas terkena bom Jerman, alih-alih lega, Ada Smith menjadi pribadi yang lebih berhati-hati dan makin kesal dengan amarah yang meluap. 
 
Dan meskipun kakinya telah kembali normal, perasaan hutang budi pada keluarga Thorton makin membuat gadis ini tertekan dan menyerang Lady Thorton. Untunglah support system di rumah seperti Ruth mampu memberi pemahaman yang bijak. 
 

"Aku tidak tahu kenapa kau membelanya." ujarku."Dia tidak pernah menyukaimu." Ruth menghela napas."Aku tidak membela siapa-siapa. Apa yang sudah kau katakan tadi itu sangat buruk. Ketika kau bilang dia tidak pantas punya anak seperti Maggie. Padahal hanya Maggie yang tersisa untuknya." Hal. 256 (Buku #2)

 
Di novel ini selain menonjolkan kondisi emosi Ada Smith, kita juga disuguhi oleh karakter-karakter lain yang tak kalah menariknya. Ada Lady Thorton sang pengurus relawan, Ruth si gadis Jerman yang jutek namun menyukai kuda, Susan si wali pelindung yang berhati baik, Fred si pengurus kuda serta kakak beradik Jonathan dan Maggie yang selalu memberi semangat dan harapan pada Ada Smith. 
 
Novel yang manis dan sangat indah. Lansekap yang ditawarkan dan yang menjadi latar tempat cerita ini berlangsung begitu memanjakan imajinasi dengan padang rumput khas pedesaan Inggris tempat kuda-kuda itu berpacu. Kilasan perang yang menghantui sebagian warga yang berdiam di desa tidaklah terlalu menakutkan kendati pengarang memberi gambaran tentang harga sembako yang harus dijatah pembeliannya lewat kupon. 
 
Segalanya sangat manusiawi dan sarat akan virus kebaikan. Novel yang patut dibaca berulang-ulang.

 

Emosi Gadis yang Bertahan Hidup dalam The War that Save My Life & The War I Finally Won Emosi Gadis yang Bertahan Hidup dalam The War that Save My Life & The War I Finally Won Reviewed by Erna Maryo on Oktober 02, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.